Kisah Transmigran Jatim Tebang Alas, Tanam Padi dan Kacang di Merauke

Kisah Transmigran Jatim Tebang Alas, Tanam Padi dan Kacang di Merauke

Papua, Memorandum.co.id - Sebelum memutuskan untuk ke Kabupaten Merauke dalam penugasan liputan Pon XX Papua, kegelisahan saya memuncak. Tidak hanya harus meninggalkan keluarga di Kota Surabaya. Yang paling ditakutkan, situasi yang gencar diberitakan di media sosial. Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan situasi yang saya temukan di kota paling ujung timur Indonesia ini. Sudah tidak terhitung lagi berapa warga Jawa Timur yang saya sapa. Justru di Merauke, cuma beberapa kali bertemu dengan suku sini. Ada orang Jember, Lamongan, Magetan dan Banyuwangi berkumpul di Kecamatan Tanah Miring. Hal tersebut tentu menjadi kabar baik untuk saya yang mendapat jatah tiga pekan lebih tinggal di Bumi Cendrawasih ini. Tidak hanya sekadar menyapa. Empat orang tersebut juga rutin mengunjungi rumah yang sengaja dipersiapkan untuk saya dan empat jurnalis lain. Dua malam tinggal di sini, saya meyakinkan diri jika akan betah dan merasa seperti tinggal di kampung halaman. Di rumah yang dikontrak ini, keempat orang itu juga tidak segan menemani sekadar menikmati kopi dan sedikit cemilan hingga subuh menjelang. Hitung-hitung sambil jaga kampung katanya. Maklum, disini masih jarang penerangan jalan umum (PJU) dan dimanfaatkan banyak orang untuk mencuri. "Kita sudah ada jadwal untuk jaga kampung," kata Suwardi, warga Magetan yang memutuskan menikah dengan orang Merauke. Pada hari kedua, saya dan rekan lain juga berkesempatan bertemu dengan sesepuh Jawa Timur yang tinggal di Merauke. Mbah Tiyama namanya. Usianya sudah lebih dari 100 tahun. Namun, Mbah Tiyama masih terlihat sehat. Karyono (50), cucu Mbah Tiyama mengaku pertama kali menginjak tanah Merauke pada tahun 1993. Dia berikut istri dan anaknya yang berusia 4 bulan diajak pamannya yang saat itu mudik ke Jember. Setelah melalui berbagai pertimbangan, Karyono akhirnya mengiyakan ajakan saudaranya. Hanya bermodal uang hasil melaut saat itu, Karyono bersama keluarganya berangkat naik pesawat Hercules. Bahkan, Karyono juga turut membawa sejumlah hewan ternak untuk mengantisipasi kelaparan di Merauke. "Bawa ayam mas," kata Karyono tersenyum. Di Merauke, Karyono diarahkan saudaranya untuk ke hutan. Waktu itu istilahnya tebang alas. Karyono mendapatkan jatah satu hektar hutan rimbun berikut rumah yang terbuat dari papan kayu. "Awalnya bingung saya mau ngapain. Akhirnya tebang alas dari nol. Setelah lahan bersih, sata menanam padi dan kacang. Sampai tahun 1999 saya pindah kesini (Tanah Miring, red)," pungkas Karyono.(fdn)

Sumber: