Selamatkan Aset di Jalan Kenjeran, 12 Jaksa Terima Penghargaan
Surabaya, Memorandum.co.id - Penyelamatan aset tanah dan bangunan di Jalan Kenjeran 254 oleh Kejari Surabaya diapresiasi Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Sebanyak 12 jaksa, termasuk Kajari Surabaya Anton Delianto mendapatkan penghargaan atas penyelamatan aset milik Pemkot Surabaya senilai Rp 3 miliar tersebut. Dikatakan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, dengan dikembalikannya aset tanah dan bangunan seluas 194 meter persegi itu akan dimanfaatkan sebagai kantor kelurahan atau pelayanan kepada masyarakat. "Jadi pelayanan nanti di tepi jalan. Saya matur nuwun kepada kajari karena ini bukan yang pertama. Tapi ke beberapa kalinya. Jadi aset pemkot bisa dimanfaatkan kembali oleh warga," ujar Eri, Jumat (17/9). Tambah Eri, pihaknya memohon izin kepada kajari karena masih banyak aset pemkot yang akan disampaikan. "Mohon arahan dan pendampingan. Jadi aset negara akan semakin banyak yang bisa dipertahankan. Disinggung soal permohonan yang akan diajukan ke depan, Eri menegaskan ada beberapa. "Ada beberapa. Permasalahan tanah kayak tanah kita diduduki pihak lain. Dengan pendampingan kejari, kita bisa tahu kita harus gimana, awalnya seperti apa, apa perubahannya. Kami yakin aset negara kembali ke pemkot dan dimaksimalkan untuk kepentingan masyarakat," ujar Eri. Sementara itu, Kajari Surabaya Anton Delianto mengatakan, bahwa awal mulanya tanah di Kenjeran nomor 254 itu ada pendampingan berupa langkah nonlitigasi. Diundang semua untuk menyelesaikan bersama ternyata tidak ada penyelesaian. "Jadi kita tingkatkan dari ahli waris dan data tersebut kita ada surat kuasa dari pak wali. Kita dampingi mulai dari pengadilan negeri sampai kasasi. Terbukti Itu ternyata tanah pemkot," ujarnya. Anton menambahkan, ada tindak korupsi karena ada orang yang mengaku ahli waris dengan menjual tanah ke pihak ketiga dengan harga kurang lebih Rp 2 miliar. "Di PN dibebaskan. Kami ajukan kasasi. Alhamdulillah telah terbukti," tambah Anton. Untuk riwayat tanah, lanjut Anton, itu tanah pemkot sejak zaman Belanda tepatnya 29 Juni 1926. Ketika ada pelepasan hak dari ahli waris pada pemkot dengan pembayaran ganti rugi, 2.500 gulden. Itu tercatat di depan notaris. "Secara nyata, tanah itu milik pemkot. Cuma ada orang yang kurang beritikad baik untuk menguasai," jelasnya. Anton mengimbau kepada masyarakat yang masih punya tanah pemkot untuk mengembalikannya. "Kami imbau yang masih punya tanah pemkot untuk dikembalikan. Ini arahan dari Jaksa Agung dan Kajati. Kami sinergi dengan pemkot untuk penyelamatan aset. Tujuannya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat," pungkas Anton. (fer/gus)
Sumber: