Kasus YPCU Unitomo di Polda Jatim Picu Polemik Sejumlah Pihak
Surabaya, Memorandum.co.id - Kasus yang menimpa Yayasan Pendidikan Cendekia Utama (YPCU) terkait tanah di Trawas saat ini sedang ditangani Polda Jatim. Dikabarkan, satu orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Beberapa waktu lalu, Perkumpulan Dosen Karyawan (Pendekar) Unitomo mendatangi Mapolda Jatim. Kedatangan itu merupakan bentuk dukungan untuk kepolisian dalam mengusut kasus dugaan penjualan aset Yayasan Pendidikan Cendekia Utama (YPCU) Unitomo. "Ada empat poin dalam audiensi itu, yakni tahapan perkara, mulai dari pelaporan, penyidikan hingga gelar perkara, personal yang ditetapkan sebagai tersangka, dugaan UU yang dilanggar (UU Yayasan dan UU Perdagangan), kronologis dan barang bukti," kata perwakilan Pendekar, Bachrul Amiq. Dalam kesempatan itu, perwakilan Pendekar juga menyampaikan sejumlah pertanyaan. Pertama, adanya kemungkinan tersangka lain, jumlah kerugian yang sebenarnya dan status tanah itu pascaperkara. "Apakah kembali ke yayasan atau tetap menjadi hak pembeli," lanjut Bachrul melalui telepon. Dalam audiensi itu, Pendekar diwakili salah satu rombongan menyerahkan buket bunga bertuliskan, keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh. "Dengan kata itu, kami dukung polisi untuk menegakkan keadilan," pungkas Bachrul Amiq. Di sisi lain, ada pihak yang mempertanyakan kunjungan yang dilakukan Pendekar. Pihak lain itu yakni civitas akademika Unitomo. Mereka resah mengetahui ada pertemuan antara kelompok Pendekar Unitomo dengan Polda Jatim pada Jumat, 13 Agustus 2021. Terlebih, pertemuan itu diunggah ke media sosial (Medsos) milik salah satu pengurus Pendekar. Pertemuan antara Pendekar dengan Polda Jatim itu mempertanyakan kejelasan kasus jual beli tanah milik YPCU yang kemudian menetapkan satu orang tersangka. "Mengapa ketua Pendekar, Dr Bachrul Amiq (mantan Rektor Unitomo) mengumbar pertemuan tersebut melalui media sosialnya dan zoom. Ada apa ini," kata Kepala Humas Yayasan Pendidikan Cendekia Utama (YPCU), Mohamad Hasan. Hasan mengatakan, penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan dengan mencari serta mengumpulkan bukti yang mana menunjukkan unsur tindak pidana. Menurutnya, hal itu bukan konsumsi yang boleh diketahui masyarakat. "Hanya pelapor dan terlapor, ada informasi yang dapat diakses oleh masyarakat seperti informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, tersedia setiap saat dan disampaikan secara berkala," terang Hasan. Hal tersebut, lanjut Hasan, telah diatur dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Sistem Informasi Penyidikan. Secara jelas terang benderang mengatur informasi yang dapat menimbulkan keresahan serta kekhawatiran masyarakat dan perkembangan hasil proses penyidikan tindak pidana. "Dapat diketahui motif di balik mengapa informasi tersebut disampaikan ke publik," tandas Hasan. Pendekar itu dibentuk melalui SK Rektor Unitomo yang baru. "Mestinya SK Rektor bersifat mengikat ke dalam (Universitas), kok tiba-tiba menjadi alat penekan lembaga yang mengangkatnya (Yayasan)," ucap dia. Hasan menilai, unggahan pertemuan di medsos itu ada nuansa politiknya. Padahal, pihak yayasan selama ini bersifat kooperatif terhadap panggilan Polda Jatim. "Mengapa masih dipolitisisasi," pungkas Hasan. Terpisah, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat Whatsapp, Dirreskrimsus Polda Jatim, Kombespol Farman belum bisa merespon terkait kasus tersebut.(fdn)
Sumber: