Hubungan Intim yang Cuma Sekali Itu Membuahkan Hasil

Hubungan Intim yang Cuma Sekali Itu Membuahkan Hasil

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Ditatapnya mata sang istri lekat-lekat. Untuk menimba kekuatan dari sana. Juga, untuk memberi kekuatan. Timbal baik itulah yang selama ini dirasakan Mukhlas sebagai energi penggerak roda rumah tangga mereka. Setelah yakin energi sudah merasuk, perlahan Mukhlas menjawab pertanyaan Rusti, “Sulastri adalah bagian dari masa laluku.” Begitu menyelesaikan kalimat tadi, Mukhlas memejamkam mata, mengeratkan pelukan, dan terisak lirih. “Aku mengerti,” tutur Rusti, yang juga mempererat pelukannya ke tubuh suami. Ia juga menangis. Lirih juga. Kepada Rusti, Mukhlas bercerita bahwa waktu menjalani ikatan dinas dulu, dia indekos di rumah orang tua Sulastri. Saat itulah Mukhlas dan Sulastri khilaf melakukan sesuatu yang dilarang agama. Padahal, Sulastri sudah dijodohkan dengan pemuda sedesanya. Ternyata hubungan intim yang hanya dilakukan sekali itu membuahkan hasil. Celakanya, fakta itu diketahui suami Sulastri yang menikahinya empat bulan setelah kejadian tersebut. Maka, diceraikanlah Sulastri. Usia perkawinan mereka hanya 1,5 bulan. Sejak itu Sulastri memutuskan hidup sendiri membesarkan buah hatinya vs Mukhlas. Tanpa suami, hingga meninggal. “Cuma sekali Sulastri menghubungiku. Waktu itu dia bertanya kapan aku main ke rumah. Ketika kujawab mungkin suatu saat bersama istri, karena waktu itu masih pengantin baru, Sulastri tiba-tiba menutup sambungan telepon.” Setelah itu Sulastri tidak pernah lagi menghubunginya. Jadi, selama ini Mukhlas tidak tahu bahwa Sulastri hamil atas perbuatannya dan melahirkan Nindi. Tampaknya Sulastri sengaja tidak lagi menghubungi Mukhlas setelah tahu lelaki itu sudah menikah. Dia takut merusak rumah tangga Mukhlas. Diakui Mukhlas, sejak kedatangan Nindi ke rumah, dia jadi sangat pemurung. Tidak ada yang dia kerjakan sepulang dari bekerja. Dia hanya tiduran di kamar atau duduk berlama-lama di teras depan atau belakang rumah. Menurut Mukhlas, sebenarnya Rusti sudah tidak mempermasalahkan soal ini. Ia bahkan sering mengajaknya bercanda. Mukhlas sendiri yang belum bisa 100 persen melupakan hal ini. Sampai suatu saat, Rusti berkata begini, “Ajak saja Nindi kemari.” Mendengar itu, baru Mukhlas memberikan respons positif. Dia berani menatap wajah Rusti, walau dengan ragu. “Kalau memang benar dia anak Bapak, buat apa Bapak ragu-ragu menerimanya? Toh kita selama ini belum dikaruniai anak.” Ucapan itu, tampaknya, mampu mengembalikan kepercayaan diri Mukhlas. Pasutri paruh baya ini lantas menuju alamat yang tertulis di surat yang dibawa Nindi. Ternyata itu rumah yang ditinggali Nindi dengan almarhumah ibunya. “Dari Nindi, kami baru tahu ternyata kakek-neneknya sudah lama mendahului ibunya. Kami pun berembug untuk mengajak Nindi bersama kami,” kata Mukhlas. Ditambahkan, dia ingin berkonsultasi dengan petugas pengadilan agama (PA) agar Nindi bisa menjadi anggota keluarga secara sah. “Kami sedang menunggu panggilan petugas,” kata Mukhlas di ruang tunggu PA Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Tak lama kemudian muncul perempuan paruh baya bersama gadis yang amat cantik. (habis)  

Sumber: