Ini Penjelasan Lengkap Kuasa Hukum Terkait Kedatangan Petugas PN Bangil ke Pabrik PT Crestec

Ini Penjelasan Lengkap Kuasa Hukum Terkait Kedatangan Petugas PN Bangil ke Pabrik PT Crestec

Surabaya, memorandum.co.id – PT Crestec Indonesia menyatakan terkejut dengan berita yang dimuat oleh media online yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Bangil mendatangi lokasi pabriknya di Pasurun untuk melakukan pra-penyitaan. Terlebih dikatakan bahwa pihak manajemen menolak untuk menemui pihak pengadilan negeri Bangil. “Berita tersebut tidak benar dan mengada-ada,” ujar kuasa hukum PT Crestec Indonesia Dr Ike Farida SH LLM dalam keterangan tertulisnya yang dikirim ke redaksi memorandum.co.id, Sabtu (12/6/2021). Menurut Ike Farida, pemerintah dan lembaga judisial hendaknya mengawasi lebih ketat tindakan yang dilakukan pengadilan tingkat bawah, agar implementasi hukum bisa ditegakkan dengan benar dan berkeadilan. “Pengusaha asing yang beritikad baik wajib dilindungi keberadaannya, PT Crestec Indonesia sudah menjalankan putusan dan Undang-Undang, tidak tepat jika tanah dan bangunannya akan disita,” ujarnya. Ike Farida mengungkapkan, pada Jumat (30/4/2021), beberapa orang yang mengaku sebagai petugas dari Pengadilan Negeri (PN) Bangil mendatangi PT Crestec Indonesia mengatakan bahwa PN Bangil akan melakukan pra-penyitaan. Kedatangan petugas tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan dan secara tiba-tiba. Hal ini membuat perusahaan dan para pekerja yang sedang bekerja terkejut, dan terganggu. Bahkan para customer dan mitra kerja menjadi khawatir akan keberadaan PT Crestec Indonesia. Dijelaskannya, bahwa saat petugas datang, keamanan dari PT Crestec Indonesia bersikap sangat kooperatif meminta agar petugas dari PN Bangil menunggu karena harus berkoordinasi dan melaporkan ke pimpinan. Satuan pengaman di PT Crestec Indonesia sama sekali tidak mengusir petugas sebagaimana diberitakan media online, sebaliknya para petugas PN Bangil melakukan pengambilan gambar di lingkungan kerja tanpa adanya izin terlebih dahulu dari perusahaan. “Tindakan yang dilakukan oleh petugas PN Bangil bertentangan dan melanggar hak-hak serta informasi pribadi dan rahasia yang dilindungi oleh Undang-undang,” jelasnya. Panitera Muda PN Bangil, menyatakan bahwa pihaknya hanya melaksanakan putusan dari Mahkamah Agung (MA). Hal tersebut diklarifikasi oleh Kuasa Hukum Perusahaan, Dr. Ike Farida, S.H.,LL.M yang menjawab bahwa faktanya dalam amar putusan MA No. 749 K/Pdt/2019 tidak ada dikabulkan permohonan sita jaminan. Karenanya tidak relevan jika PN Bangil menyatakan pabrik sebagai objek sita, bukan saja karena sengketa ini tidak berkaitan dengan aset perusahaan, tapi kalaupun mau dipaksakan PN Bangil harus tunduk pada hukum acara. “Artinya, kalaupun mau menyita, maka harus dimulai dari aset yang bergerak dulu yang lokasinya ada di Bekasi Jawa Barat (bukan di Bangil). Jika aset bergerak masih juga tidak cukup, baru menyita aset tidak bergerak,” ujarnya.   Ike Farida menjelaskan, permasalahan ini berawal dari kontrak kerjasama antara PT Crestec Indonesia (PMA) dengan PT Tata Cipta Multikarya (PT Tata) yang mengaku sebagai perusahaan outsourcing. Kontrak tersebut diakhiri oleh PT Crestec Indonesia karena Kontrak tersebut tidak diketahui oleh direktur perusahaan (ditandatangani oleh staf administrasi (oknum) yang diduga bekerja sama dengan PT. Tata). Selain itu ternyata PT Tata tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja, seperti melakukan pelaporan Pekerja PKWT ke Disnaker, mengganti tenaga kerja yang tidak sesuai standar/ tidak memiliki keahlian dan pelanggaran kewajiban lainnya terhadap 19 orang pekerja. Bahkan belakangan diketahui PT. Tata tidak punya izin sebagai perusahaan outsourcing. Ketika diputus, awalnya PT Tata menerima, tapi entah kenapa kemudian menggugat sisa kontrak, minta kompensasi. Di PN Pasuruan, perusahaan dimenangkan, tapi di MA dikalahkan. Secara singkat, putusan yang menghukum PT Crestec Indonesia untuk membayarkan jasa terhadap 19 pekerja melalui PT Tata Cipta Multikarya, itu bertentangan dan juga karena sudah dilaksanakan oleh PT Crestec Indonesia. Pembayaran tersebut dibayarkan melalui perusahaan PJP lain yang merupakan perusahan peralihan dari PT Tata sesuai dengan ketentuan hukum perundang-undangan yang berlaku. “Sayangnya, PN Pasuruan justru mengeluarkan perintah kepada PN Bangil untuk menyita tanah dan bangunan yang merupakan tempat bekerja dan mata pencaharian lebih dari 150 orang pekerja. Ini pelanggaran besar-besaran dan bisa mencoreng nama Indonesia, karenanya harus dihentikan,” tegas Farida. Salah satu fungsi lembaga peradilan adalah untuk memberikan perlindungan hukum dan keadilan bagi masyarakat pencari keadilan. Jika perusahaan disita, sudah pasti harus tutup. Akibatnya akan ada sekitar 600 orang masyarakat Bangil dan Pasuruan yang menderita, karena kehilangan sumber mata pencahariannya. Kantor hukum Farida Law Office sebagai kuasanya sudah menayangkan surat agar PN Bangil dan PN Pasuruan menghentikan sita eksekusi karena melanggar banyak aturan. Perusahaan sendiri berharap agar pemerintah pusat dan daerah memberikan dukungan kepada pengusaha asing agar bisa berusaha dengan tenang. (gus)          

Sumber: