Curiga Hak Kenikmatannya Diambil Alih Pelakor

Curiga Hak Kenikmatannya Diambil Alih Pelakor

Yuli Setyo Budi, Surabaya Sudah setahun lebih Ningsih (36, bukan nama sebenarnya) merasa suaminya, sebut saja Puri (38), bersikap berbeda dari sebelumnya. Kini jarang ngobrol dengannya. Paling hanya berbicara seperlunya. Selebihnya suka menyendiri sambil pegang handphone. Awalnya Ningsih menganggap hal itu biasa. Suaminya butuh waktu menyendiri. Namun setelah sebulan berlalu dan tidak ada perubahan berarti, Ningsih akhirnya angkat bicara. Terjadi perdebatan kecil, namun sama sekali tak mengubah suasana. Sampai bulan ketiga kebiasaan menyendiri dengan gadget-nya ternyata tidak kunjung berubah. Ningsih mulai mengamuk. Tapi, Puri hanya cengengesan. Puri cuma tersenyum dan mengatakan semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah. Ningsih berusaha menerima alasan suami. Dia lantas mengalihkan energi dengan mencurahkan perhatian penuh kepada kedua anaknya. Ia bertekad bakal mencetak mereka menjadi juara-juara di sekolah. Anak-anak memang menjadi pandai. Tapi, ada sesuatu yang dirasakan hilang dari kehidupan perempuan berhijab ini. Yaitu, Ningsih sudah sangat jarang, bahkan tidak pernah lagi, mendapat kepuasan ketika harus melayani Puri. Ningsih merasakan suaminya sekadar memberikan nafkah batin secara fisik. Tanpa melibatkan perasaan. Tanpa emosi. Set-set-wet… bar. Singkat tanpa makna. Hambar tanpa rasa. Ningsih mulai curiga: jangan-jangan suaminya memiliki perempuan lain di luar sana. Punya selingkuhan. Punya pelakor. Punya cem-ceman. Dll dsb dst yang mampu menggantikan Ningsih memberikan kenikmatan surgawi kepada Puri. Perempuan bermata indah ini lantas melirik handphone suami. Dia akan mencari jawab atas pertanyaan tadi pada perangkat cerdas tersebut. Maka, dicarilah waktu-waktu saat sang suami menanggalkan handphone-nya. Ternyata tidak mudah mendapatkan kesempatan itu. Puri sama sekali tidak pernah lepas dari handphone. Di kamar tidur. Di ruang makan. Di teras rumah. Bahkan ketika masuk kamar mandi pun, handphone kesayangannya selalu dibawa. Satu-satunya kesempatan untuk bisa mencuri lihat isi handphone Puri adalah saat dia terlelap. Kebiasaan tidur suaminya yang pulas, yang suka mendengkur keras-keras, yang air liurnya mengalir ke mana-mana, memberi peluang kepada Ningsih untuk beraksi. Maka, terpaksalah Ningsih berusaha keras terjaga hingga lewat tengah malam cuma untuk menunggu Puri dibelai alam mimpi. Namun, ternyata tidak semudah itu mewujudkan nia tadi. Meskipun terlihat seperti orang tidur, Ningsih paham bahwa sejatinya Puri masih terjaga. Sebab, Puri memiliki kebiasaan kalau tidur pasti ngorok. Tidak ada tidur tanpa ngorok. Buktinya, sebentar-sebentar Puri membuka layar handphone. Hanya, Puri tidak memperlihatkan kepada Ningsih. Sama sekali tidak mengizinkan Ningsih tahu apa yang tertayang di layar handphone tersebut. Dia selalu berusaha menjauhkan handphone tadi dari jangkauan pandang Ningsih. Kalau nggak menutupinya dengan sarung, Puri berusaha berada di balik punggung sang istri. Ningsih yang pura-pura tidur sebenarnya geli melihat tingkah laku Puri. Lelaki yang sudah 10 tahun hidup bersamanya itu molak-malik gak karuan. Baru melewati tengah malam, Puri memperdegarkan alunan ngorok­-nya yang khas. Keras dan terputus-putus. Pelan-pelan Ningsih mengambil handphone Puri yang terjatuh dari tangan pemiliknya. Berhasil. Ningsih langsung membuka WA dan mencari chat-chat Puri dengan kekasihnya di luar sana. (bersambung)  

Sumber: