Peringati May Day, Buruh di Jombang Gelar Unjuk Rasa

Peringati May Day, Buruh di Jombang Gelar Unjuk Rasa

  Jombang, memorandum.co.id -- Memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei, puluhan buruh dari Pimpinan Tingkat Perusahaan Serikat Buruh Plywood (PTP SBP) Jombang dan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) PT SGS menggelar unjuk rasa, Sabtu (01/5/2021). Aksi yang dimulai pada pukul 07.30 WIB sampai 08.00 WIB itu, digelar di Simpang Empat Kebonrojo, tepatnya di depan kantor Disnakertrans Jalan KH Wahid Hasyim, Nomor 175, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Buruh yang berjumlah sekitar 20 orang tersebut, berdiri berjejer sembari membawa bendera organisasi dan spanduk yang bertuliskan peringatan May Day, dan juga penolakan terkait UU Omnibus law. Koirdinator Lapangan (Korlap) aksi buruh, Hadi Siswanto mengatakan, bahwa dalam perayaan Hari Buruh ini, SBPI-GSBI Jombang sebagai serikat buruh yang militan dan demokratis, mengajak kepada buruh di pabrik-pabrik lain untuk berorganisasi, mendukung perjuangan rakyat lainnya dari perampasan upah, tanah, dan kerja. "Masih dalam situasi pandemi Covid-19, sehingga seluruh aktifitas serikat buruh dan kaum buruh Indonesia malah justru lebih ketat dan diawasi khusus dalam menyampaikan pendapat di muka umum, demontrasi dan aktivitas lainnya yang mengerahkan massa dalam jumlah besar di ruang publik seperti tahun-tahun sebelumnya," katanya. Menurut Hadi, peringatan hari buruh sedunia 1 Mei selalu istimewa dan dinanti oleh seluruh rakyat. Karena hari buruh menandai perjuangan rakyat, buruh seluruh dunia untuk bersatu mendesakkan tuntutan rakyat. "Situasi buruh saat ini tidak semakin baik, justru semakin buruk. Jam kerja semakin panjang akibat target produksi meningkat, pengetatan seluruh aturan pabrik untuk memasukan keuntungan perusahaan bisa berlipat ganda," ujarnya. Hal itu, terang Hadi, belum lagi situasi pandemik yang membuat kelas buruh dan rakyat menderita dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dirasa tebang pilih dalam penerapan protokol kesehatan. Tenaga buruh benar-benar diperas sampat habis. "Dan upah yang diterima hanya cukup untuk memulihkan tenaga agar besok bisa diperas lagi. Itulah hari-hari buruh di dalam pabrik. Pemerintah terus membuat kebijakan untuk mempertahankan upah murah dengan dalih Investasi," paparnya. Hadi menegaskan, hal itu diciptakan melalui UU Omnibuslaw (Cipta Kerja). Menjadi bukti peranan pemerintah dalam masalah upah murah. keuntungan akan semakin berlipat dengan diterapkannya sistem kerja kontrak dan outsourching yang sangat menindas. "Disisi lain, kebebasan berserikat para buruh masih harus terus diperjuangkan. Karena sebagai hak politik yang paling penting bagi buruh," pungkasnya. (yus)

Sumber: