Tangannya Mendarat di Bagian Dada, Tempat Kancing Tertaut
Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Puri mencoba menerjemahkan bahasa isyarat yang disampaikan Seli. Apa artinya? Sebagai paman, om, seharusnya Puri segera menegur Seli yang sudah berperilaku kurang sopan di hadapannya. Tapi sebagai lelaki yang masih memiliki nafsu? Puri mencoba berpikir positif. Kejadian itu adalah suatu kebetulan yang sama sekali tidak disengaja. Karena itu Seli malu dan berharap dirinya tidak berteriak agar kejadian itu tidak diketahui orang lain. Atau justru sebaliknya? Seli menawarkan kehangatan dengan mempertontonkan keindahan tubuhnya. Tapi masa iya? Puri kan bukan orang lain? Om sendiri? Ah… tidak masuk akal! Namun bila kejadian itu suatu kebetulan, mengapa Seli mengulangi memancing-mancing dirinya dengan umpan live show tubuhnya yang indah membahana? Contoh lain pemancingan itu tejadi saat Puri pulang agak larut karena lembur. Waktu itu lelaki yang juga pemilik bengkel besar ini masuk rumah dengan langkah pelan-pelan agar tidak membangunkan penghuni rumah. Saat melewati kamar Seli, dia melihat pintu kamar itu tidak tertutup rapat. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Hati Puri terbelah. Yang satu memerintahkannya meneruskan langkah, yang satu lagi memerintahkan untuk mengintip. Siapa tahu ada sesuatu yang tidak diinginkan. Atau justu sebaliknya, ada sesuatu yang amat diinginkan? Puri terpaku lama. Ragu. Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Di tengah-tengah kebimbangannya, mendadak ada suara menyeletuk, “Baru pulang, Om? Maaf pintu kamar sengaja Seli buka. Di dalam gerah, Om. AC-nya mati. Kipas anginnya rusak. Terpaksa pakai baju begini.” Seli ngomong begitu sambil menunjukkan baju tidurnya yang suuuaaangaaat tipis. “Gerah banget, Om. Kalau gini kan enak. Kena angin terasa sriwing-sriwing,” lanjut Seli. Puri kamitenggengen memandangi siluet tubuh Seli yang lekuknya menyebabkan jakunnya naik-turun. “Coba Om rasakan dengan duduk-duduk di dalam, kan gerah. Om nggak bakalan kuat,” kata Seli sambil tangannya menggandeng lengan Puri untuk diajak masuk kamar. Puri seperti kerbau dicocok hidungnya. Muonat-muanut saja. Pandangannya masih belum lepas dari tubuh Seli. Beberapa kali terdengar bunyi celeguk dari lorong tenggorokannya. “Om haus, ya? Aku punya minuman istimewa untuk Om,” kata Seli. Setelah digiring masuk kamar, Puri didudukkan di tepi pembaringan. Bau harum menyeruak. Tak sampai semenit, Seli sudah menyodorkan secangkir kecil berisi minuman. Tanpa memberi kesempatan Puri untuk mengambil cangkir tadi dari tangannya, Seli langsung menempelkannya di bibir Puri. “Diminum, Om. Segar kok,” kata Seli. Puri membuka bibir dan menenggak minuman tadi sekali telan. Glek. “Di dalam gerah kan Om?” tanya Seli sambil meletakkan cangkir di meja samping ranjang. Setelah itu tangannya mendarat di bagian dada Puri. Paling atas, tempat kancing baju ditautkan. Puri mulai gemetar. Keringat dingin mengucur dari hampir seluruh pori-pori kulit. Badannya basah kuyup. Berat tubuhnya serasa hilang. Puri merasa melayang-layang di tengah awan. (bersambung)
Sumber: