Arif Afandi: Persebaya itu Ikon Kota Surabaya, Jangan Sampai Home Base Ada di Kota Lain

Arif Afandi: Persebaya itu Ikon Kota Surabaya, Jangan Sampai Home Base Ada di Kota Lain

Surabaya, memorandum.co.id - Setelah polemik izin penggunaan stadion Gelora Bung Tomo (GBT) dan Gelora 10 November (G10N) selesai dan berhasil dikantongi, kini muncul persoalan lain yang mengganjal tim kebanggaan bonek, Persebaya Surabaya. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sedang mengusulkan kenaikan retribusi sewa Stadion GBT di dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dengan rincian sewa Rp 22 juta per jam dan Rp 444,6 juta per hari. Tarif sewa baru itu dinilai manajemen menyekik Persebaya. Persebaya tak kuasa. Pasalnya, kenaikan lebih dari 1000 persen itu cukup menggoyang keuangan klub. Terlebih di kondisi pandemi Covid-19 yang belum usai ini. Biasanya dalam sehari atau satu kali pertandingan Persebaya cukup merogoh kocek Rp 30 juta, namun dengan harga terbaru itu manajemen Persebaya berharap mendapat keringanan. Menanggapi itu, Arif Afandi, eks wawali Kota Surabaya sekaligus eks Ketum Persebaya berharap ada jalan tengah. Menurutnya, aneh kalau sampai Persebaya home basenya di kota lain. Untuk itu, persoalan home base dan stadion tempat tandingnya harus menjadi perhatian bersama, baik Pemkot, pengurus Persebaya maupun komunitas bola lainnya. "Persebaya itu telah menjadi ikon Kota Surabaya. Saya yakin kalau sama-sama saling menghargai dan menghormati, dan melihat Persebaya sebagai icon kota ini pasti ada solusi. Opo sih sing ra isok kangge arek-arek," sebutnya kepada Memorandum.co.id, Selasa (20/4/2021). Saat disinggung soal kemungkinan Persebaya punya stadion sendiri, Afandi bilang itu bisa saja. Terlebih jika merujuk kepada klub-klub bola di luar negeri, maka sudah saatnya Persebaya punya stadion sendiri. Tetapi, tidak dalam waktu dekat. "Kalau sekarang pasti tidak mungkin. Sebab industri sepak bola kita belum seperti di Eropa. Kompetisinya pun masih sering tidak pasti dan belum profesional," ulasnya. Menurutnya, saat ini dunia sepak bola di Indonesia masih masa transisi menuju sepak bola industri. Sehingga jika ke depan iklim kompetisi, pengelolaan, dan skala bisnis industri sepak bola sudah besar, maka saatnya sebuah klub mendirikan stadion sendiri. "Tapi siapa tahu pemegang saham mayoritas Persebaya sekarang sudah mampu untuk itu?" celetuk Afandi yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Surabaya. Arif Afandi yang sempat mencicipi kursi Ketua Umum Persebaya Surabaya selama kurun waktu 2005-2008 itu, sejatinya menyimpan keinginan. Bahwa Persebaya semestinya tetap jadi kebanggaan arek-arek Surabaya. Artinya tidak menjadi sebuah badan hukum. Dia lantas berpesan agar manajemen Persebaya bisa membawa diri. "Tapi karena sudah menjadi korporasi, maka sudah tidak bisa lagi "nyusu" ke Pemkot lagi. Tentu para manajemen korporasi perlu bisa membawakan diri dalam berhadapan dengan para pemimpin kota. Tak lagi bisa nang-nangan," paparnya. Sementara saat ditanya siapa yang patut disalahkan jika Persebaya sampai terancam tak bisa menggunakan stadion GBT dan harus mencari alternatif lain, Arif Afandi dengan singkat menjawab. "Sing isok diomongke diomongke (apa yang bisa diomongkan ya akan diomongkan-red)," pungkasnya.(mg3)

Sumber: