Menyediakan Layanan Pijat Aurat dengan Terapis Sembako

Menyediakan Layanan Pijat Aurat dengan Terapis Sembako

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Kepada Nanang, Jhamila minta maaf karena baru saja rebahan di kamar. Istirahat siang. Makanya rambutnya awut-awutan dan bajunya lusuh. Ketika ditanya siapa pemuda di belakangnya, Jhamila menjelaskan bahwa pemuda itu satu di antara driver-driver ojek yang numpang ke kamar mandi. Nanang, yang sempat curiga melihat keberadaan Jhamila dan driver ojek tadi, menenangkan diri dengan tersenyum. Walau begitu, hati kecilnya berbicara lain. Dia meyakini ada sesuatu yang ganjil barusan terjadi. Penggalan kecil adegan istrinya merapikan rambut yang acak-acakan dan driver ojek yang berjalan di belakang Jhamila mengganggu Nanang. Tidak sekali dua kali, melaikan berkali-kali bahkan sulit hilang berhari-hari hingga berminggu-minggu. Fakta ini sangat menyiksa. Karena itu, didorong kata hatinya untuk tahu lebih jauh tentang istrinya, Nanang mencoba mencari informasi lain. Nanang mencari tempat nongkrong driver ojek lain di seputar Bungurasih dan bergabung ngopi bersama mereka. Dari merekalah Nanang mendapat informasi bahwa warung Jhamila tidak hanya melayani tamunya untuk makan dan minum. Ada layanan lain yang ditawarkan, yaitu pijat. Tapi, layanan ini tidak diberikan kepada sembarang tamu, melainkan khusus pelanggan warung Jhamila. Layanan itu berupa pijat. Jenisnya bermacam-macam. Ada pijat biasa, pijat aurat, hingga layanan plus-plus. Terapisnya Nila. Ya, sepupu Jhamila. Orangnya tergolong sembako (semok, bahenol, dan koenceng). “Kabarnya dia sepupu pemilik warung,” begitu informasi yang masuk ke telinga Nanang. Mendengar itu, Nanang sempat menebah dada. Ia sempat bersyukur karena terapisnya bukan Jhamila. Sampai di rumah, Nanang mengonfirmasikan kabar tadi ke Jhamila. Ternyata benar. Nila menerima permintaan pijat langganan warung. Bukan sembarang orang, tapi hanya langganan lama. Jhamila membantah kabar bahwa sepupunya itu memberikan layanan lebih. Tidak. Tidak ada pijat aurat, apalagi pijat plus-plus. Hanya ada pijat untuk menghilangkan letih dan lelah. Pijat capek. “Kata istri, itu adalah upaya sepupunya mencari penghasilan tambahan untuk orang tua di desa,” kata Nanang. Pada kesempatan lain cangkruk di tempat nongkrong driver ojek yang sama, Nanang mencoba mengorek-orek kabar tentang istrinya. Dia memancing dengan memberikan pujian kepada pemilik warung yang lumayan cantik. Istrinya sendiri. Umpan yang dilemparkan Nanang ternyata mengena. Beberapa driver memberi tanggapan. Salah satunya berkata begini, “Tidak, bukan dia yang mijat. Tapi sudah terlambat, Mas. Dia sudah ada yang punya.” “Sudah menikah?” tanya Nanang. “Kalau itu sudah jelas. Kabarnya suami dia nganggur. Mbak Mila sudah digendak Mas Jono.” “Siapa Mas Jono?” kejar Nanang. “Anak ojek pengkolan. Kita yang online-online nggak laku. Jono memang cakep dan gagah.”“Sudah lama itu terjadi?” hati Nanang mulai panas. (bersambung)

Sumber: