Penegakan Prokes Lebih Efektif dengan Libatkan Instansi Terkait

Penegakan Prokes Lebih Efektif dengan Libatkan Instansi Terkait

Surabaya, memorandum.co.id - Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya nomor 67 Tahun 2020 sebagaimana diubah menjadi Perwali nomor 2 Tahun 2021 menyebutkan bahwa semua instansi terkait mempunyai kewenangan dalam pengawasan maupun penegakan protokol kesehatan (prokes). Mulai dari petugas satpol PP, BPB dan Linmas hingga jajaran tiga pilar di kecamatan mempunyai tupoksi yang sama. Kasatpol PP Kota Surabaya Eddy Christijanto menyatakan, kewenangan untuk penegakan prokes dapat dilakukan semua instansi yang dilibatkan. Hal ini lantaran Kota Surabaya memiliki wilayah cakupan yang luas dan jumlah penduduk yang tergolong besar. Sehingga diharapkan penegakan prokes bisa berjalan efektif. "Tujuan utama kita adalah bagaimana memberikan kesadaran kepada masyarakat, mengedukasi kepada masyarakat untuk patuh protokol kesehatan," kata Eddy, Minggu (24/1/2021). Di dalam penegakan prokes, Eddy menegaskan, bahwa tak hanya dapat dilakukan petugas satpol PP. Namun, jajaran linmas, dinas kebudayaan dan pariwisata (disbudpar), dinas perdagangan (disdag), termasuk pula OPD (organisasi perangkat daerah) terkait yang sesuai tupoksinya itu bisa melakukan penegakan prokes. "Sepanjang dalam kapasitasnya adalah untuk protokol kesehatan," kata mantan Kepala BPB dan Linmas Surabaya ini. Namun, penegakan prokes yang dilakukan ini berbeda dengan penindakan pada pelanggaran perda (peraturan daerah) seperti perizinan. Terkait hal itu, penegakan tetap menjadi tupoksi atau kewenangan dari petugas satpol PP. Eddy mencontohkan, misalnya jajaran di kecamatan atau BPB Linmas menemukan adanya kerumunan atau orang tidak pakai masker. Tanpa menunggu jajaran dari satpol PP, para petugas itu mempunyai kewenangan untuk menindak. "Jadi sekarang tidak tergantung sama satpol PP," terangnya. Eddy mengungkapkan, bahwa jajaran linmas dan tiga pilar kecamatan beberapa kali menindak. Bahkan, petugas gabungan ini menindak rekreasi hiburan umum (RHU) yang ditemukan beroperasi di tengah penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Penindakan ini diperbolehkan karena berkaitan dengan protokol kesehatan. "RHU dalam Perwali nomor 67 Tahun 2020 tidak diperbolehkan buka. Hubungannya apa tidak boleh buka? Karena protokol kesehatan. Jadi semuanya bergerak bersama-sama sehingga berjalan efektif," tegas dia. Meski demikian, Eddy menuturkan, bahwa tujuan utama dari penegakan prokes ini bukan semata-mata untuk mencari kesalahan masyarakat. Namun, bagaimana mengedukasi masyarakat agar disiplin menerapkan prokes untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. "Tujuan kita adalah bagaimana memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Sehingga untuk menegakkan protokol kesehatan semua institusi kita libatkan," pungkas Eddy. (fer/udi)

Sumber: