Pengorbanan Perempuan Tangguh yang Berakhir Sia-Sia (2)

Pengorbanan Perempuan Tangguh yang Berakhir Sia-Sia (2)

Suami dan Anak Pergi Entah ke Mana, Jarang Menjenguk Ibu

Mata Endah menyapu terminal kedatangan. Mencari-cari wajah rindu ibunya, Risa, dan Koko. Setiap celah dia perhatikan. Tidak ada. Sampai ruangan itu sepi, wajah-wajah itu tidak juga kelihatan. Endah mencoba menghubungi Koko. Gagal. Beberapa kali ditelepon, tidak bisa. Di-WA, tidak direspons. Jangankan dibalas, dibaca saja tidak. Dia ganti memencet nomor lain, nomor Risa. Setali tiga uang. Dengan gontai Endah melangkah keluar. Beberapa sopir taksi berebut menawarkan jasa. Persetan. Endah terus melangkah. Dia baru berhenti setelah menumukan kafe. Duduk di pojok. Setelah manata hati, Endah memanggil taksi. Pulang ke rumah ibunya. Dalam perjalanan hatinya berkecamuk. Kecewa, marah, dan berbagai perasaan bercampur aduk. Sesampai di rumah, Endah disambut sepi. Sama sekali tidak tampak ada tanda-tanda kehidupan. Rumahnya kotor tidak terawat. Pintunya terbuka separuh. Di dalam kelihatan gelap. Endah memanggil-manggil suaminya, ibunya, dan Risa. Tidak ada jawaban. Sepi.  Hatinya mulai gelisah, “Ada apa ini?” Tetangga kanan-kiri keluar, bertanya Endah mencari siapa. Endah menjawab singkat, “Orang yang tinggal di rumah ini.” “Iya… siapa?” tanya seorang perempuan sepuh sambil memandangi Endah. Endah gelagapan. “Mak Bik (ibu Endah, red),” katanya lirih. “Mak Wendah (sebutan tetangga kepada ibunya Endah, red) tah?” “Iya. Mak Wendah.” “Di dalam. Sendirian. Anaknya kerja di luar negeri. Kasihan, tidak ada yang merawat. Menantunya kadang-kadang muncul, tapi sangat jarang. Itu pun selalu tidak lama.” “Cucunya?” “Sama. Malah tidak pernah.” “Dia dibawa bapaknya entah ke mana. Tidak ada yang tahu. Dia tinggal di sini hanya sampai lulus SD,” imbuh yang lain. “Mereka tinggal di mana?” Semua menggeleng. Endah kemudian masuk. Diikuti ibu-ibu tetangga. “Untung orang sini baik-baik. Yang merawat Mak Endah ya ibu-ibu di sini. Makannya ditanggung rame-rame,” kata seorang ibu yang paling dekat Endah. “Ya, terutama sejak Mak Endah jatuh di kamar mandi dan lumpuh. Kasihan,” sahut yang lain. “Lha iya, anak dan menantunya kok ya tega.” “Terlalu.” “Kalau aku jadi anaknya, buat apa kerja jauh-jauh tapi ibunya kayak gini.” Deg! Hati Endah seperti berhenti mendadak. “Kedonyan,” suara yang lain. Deg lagi! Mendadak Endah merasakan bumi yang dia pijak bergoyang. Pelan, namun makin lama makin kerap sampai tubuhnya terlempar dan terjatuh dengan keras. Buk! Gelap! (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih  

Sumber: