Pengorbanan Perempuan Tangguh yang Berakhir Sia-Sia (1)

Pengorbanan Perempuan Tangguh yang Berakhir Sia-Sia (1)

Mengikuti Senior Jadi Perawat Kebun Bunga di Selandia Baru

Hati Sarwendah (40, samaran) berdetak keras saat melihat lampu landasan Bandara Juanda membentang di bawahnya. Kerlap-kerlip seceria hatinya. Sebentar lagi dia bakal bertemu suami dan anak semata wayang yang sudah dia tinggalkan 20 tahun lebih. “Aku akan menjemputmu bersama anak kita, Risa (samaran, red). Ia sudah tumbuh jadi gadis cantik kayak ibunya. Sun jauh, suamimu, Koko.” Itulah pesan WhatsApp (WA) terakhir sang suami, dua hari sebelumnya. Wajar bila hati Endah, Sarwendah, berbunga-bunga. Sebab, rasa kangennya kepada keluarga, terutama Risa, sudah sundul langit. Bayangkan, dia terpaksa sudah harus meninggalkan Risa ketika anak itu masih balita. Masih tiga tahun. Ya, pada 2001 Endah jadi tenaga kerja wanita (TKW) di Selandia Baru. Menjadi perawat kebun bunga. Dia terpaksa melakoni itu karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak kunjung membaik. Apalagi setelah kelahiran Risa. Penghasilan Koko yang bekerja rokrok asem pasca dipecat dari pabrik sepatu di Dukuh Pakis tidak mencukupi. Endah yang semula menjaga supermarket nekat mengikuti jejak seniornya yang sukses bekerja di Selandia Baru. Setengah tahun di sana, seniornya sudah bisa mengirimkan uang untuk beli motor. Gajinya utuh. Semua kebutuhan ditanggung perusahaan. Faktor inilah yang memompa semangat Endah untuk hijrah. Tidak hanya bertemu suami dan anak, Endah membayangkan bakal menempati rumah baru di Benowo. Koko memang selalu gembar-gembor tabungan hasil kerja Endah sudah diwujudkan rumah lengkap dengan toko pracangan kecil-kecilan di pinggiran Surabaya. Di Benowo. Endah merasa tidak sia-sia berkorban puluhan tahun meninggalkan keluarga. Kini hasilnya bisa dirasakan. Koko juga menginformasikan ibu Wendah yang lumpuh setelah jatuh di kamar mandi sudah dibelikan kursi roda. Kursi roda elektrik, bahkan. “Saya minta Mas Koko tidak hanya mengajak Risa saat menjemput, tapi juga Ibuk. Aku kebelet memeluk dua perempuan yang sangat aku rindukan itu,” kata Endah seperti ditirukan pengacaranya, sebut saja Ikin. Detak di dadanya semakin keras ketika roda pesawat menyentuh tanah. Itu artinya tidak lama lagi rasa rindu kepada ibu, anak, dan suaminya akan terbayarkan lunas. Endah rasanya ingin berteriak sekeras-kerasnya, “Aku dataaang…” Pertama yang dilakukan seturun dari pesawat adalah sujud syukur. Berterima kasih kepada Yang Mahakuasa atas keberhasilan yang telah diraih. Dia membayangkan ibu, suami, dan putrinya melambai-lambaikan tangan ketika dia dan penumpang lain masuk terminal kedatangan. Mata Endah basah. Ia juga membayangkan orang-orang yang amat dirindukan itu itu berebut memeluknya. “Tapi aku akan mendahulukan Ibu. Sebab, doanyalah yang mengantarkan keberhasilanku,” batin Endah. “Tapi aku sangat berdosa telah meninggalkan Risa ketika masih bayi. Dialah yang akan kupeluk dulu,” kata hati Endah meralat, “Tanpa cinta Mas Koko, bisa saja aku terjerumus di negeri orang. Dialah yang menguatkan aku dengan ungkapan-ungkapan cintanya yang dahsyat. Ah, sudahlah. Aku akan peluk bersamaan. Kayak di film-film atau sinetron.” (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih  

Sumber: