Ini Cara Cafe & Resto Hujan Panas Hadapi Hantaman Pandemi

Ini Cara Cafe & Resto Hujan Panas Hadapi Hantaman Pandemi

Probolinggo, Memorandum.co.id - Pandemi Covid-19 sangat terasa bagi pengusaha Cafe dan Resto. Masa-masa ini, mereka dituntut memiliki ide kreatif untuk tetap beroperasi tanpa melanggar protokol kesehatan yang telah dicanangkan oleh WHO. Alhasil, muncullah konsep "Bumi" yang diterapkan di Cafe & Resto Hujan Panas, di jalan Mastrip, Kelurahan Jrebeng Wetan, Kecamatan Kedopok, Kota Probolinggo. Selain berlokasi di area Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Mastrip, menu makanan dan minuman yang dijual memakai nama cuaca atau iklim seperti Mi Badai, Mie Kuah, dan Bakso Gurih Banjir dan Manis Banjir serta Mi Cokelat. Minumannya, nama tanaman buah seperti Es krim cokelat, stroberi dan vanila. Ide yang dijual ini menawarkan sensasi tersendiri sekaligus berjaga-jaga dari resiko penularan bagi para pelanggan. Untungnya, sang pengelola Fleuri Paramita Aprianti menjalankan ide dan konsepnya yang berkomitmen untuk mendirikan tempat makan di luar ruang sebagai pilihan alternatif, setelah tertunda setahun sebelum pandemi virus Corona berlangsung. Bagi yang singgah, cukup menggelitik dan membuat berfikir setiap orang yang membacanya sejak dilaunching pada Senin (11/1/2021). Cafe dan Resto ini, bebas dari perokok. Tak tanggung - tanggung, mereka yang mengucapkan selamat dan sukses atas dibukanya Cafe & Resto Hujan Panas, tidak hanya dari dalam negeri seperti Himpunan Wanita Pengusaha Indonesia (Hippi) atau Ikatan Alumni ITB Bandung. Ucapan juga datang dari University Kebangsaan Malaysia (National University of Malaysia dan Notthingham Business School (Inggris) atau Nottingham Trent University. Fleuri Paramita Aprianti mengaku, pernah kuliah di National University of Malaysia untuk gelar masternya atau S2. Saat ini, juga tengah belajar atau kuliah S3 di Nottingham Trent University, Inggris, program bea siswa tahun kedua. "Cafe & Resto diberi nama Hujan Panas, saya kepingin meng-Indonesia banget. Di sini kan hanya ada dua musim, kemarau dan penghujan. Nama makanannya juga kami ambilkan dari iklim dan cuaca. Ada mi ayam badai,” tutur Mita panggilan akrabnya. Dikatakan Mita, nama tersebut hanya kebetulan saja. Awalnya kebingungan nama yang akan digunakan untuk Cafe & restonya. Selain bertagline Indonesia, konsep yang diusung usahanya adalah lingkungan atau bumi. "Manusia sebagai penghuni harus cinta akan bumi dengan cara memelihara bumi dari ketidakseimbangan atau kerusakan. Karena bumi sebagai ciptaan Tuhan, memberi manfaat kepada manusia,"terangnya. Meski demikian, Perempuan yang pernah kuliah S1 di Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Tekhnik Kimia twrswbut mengaku, membuka usaha di masa pandemi Covid-19 karena terpaksa. “Sebenarnya mau buka Januari tahun lalu (2020). Tapi tertunda karena pandemi. Akhirnya mau tidak mau, buka sekarang,” cerita Mita. Begitu juga, perempuan kelahiran Jakarta ini yakin, pandemi Covid-19 akan segera berakhir, sehingga aktivitas ekonomi normal kembali, termasuk usahanya. Karena saat ini masih pandemi, akan tetap menjalankan Protokol Kesehatan (Prokes) Bahkan, meja untuk makan terbuat dari keramik yang mudah dibersihkan. Seragam karyawannya mengenakan bahan kain atau kaus yang mudah menyerap keringat. Karena di Kota Probolinggo, cuacanya panas. Terkait menu kuliner, yang ditawarkan ke pembeli masih sebatas mi dan bakso. "Harganya cukup murah dibanding resto di kelasnya. Cukup dengan uang Rp 10 hingga Rp 12 ribu sudah mendapatkan mi dan minuman. Harga segitu cukup menjangkau kocek masyarakat dan cukup familier. Tidak mahal-mahal banget. Harga kekeluargaan,” pungkas Mita.(mhd)

Sumber: