Pingsan Mengingat Ah Uh- Ah Uh… dari Kamar Tidur

Pingsan Mengingat Ah Uh- Ah Uh… dari Kamar Tidur

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Hanya cintalah yang menghalangi Ningsih meninggalkan Jono. Biarlah suaminya itu berperilaku menyimpang, itu urusan dia dengan Yang Mahakuasa. Setelah sang suami menunaikan dendam, Ningsih berharap sikap lelaki pujaannya itu kembali seperti semula: mencintanya. Seperti dulu. Ningsih mencoba menghilangkan bayangan buruk soal wanita nakal yang dibawa pulang Jono. Ingin menguburnya dalam-dalam. Ingin menghapusnya dari memori. Tapi sulit. Semakin mencoba melupakan, bayangan itu terlihat semakin nyata. Ketika sedang melayani Jono pun, Ningsih merasakan dirinya bukan lagi Ningsih, melainkan orang lain. Kalau sudah begitu, Ningsih drop. Semangat melayani suami seperti menguap tiba-tiba. Badannya lemas. Pandangannya kabur. Sudah begitu, Jono masih menambah sakit hatinya dengan mengatakan bahwa itu adalah karma Ningsih yang berkhianat sebelum menikah. Omongan seperti ini selalu diulang-ulang. Diulang-ulang. Ningsih selalu menepisnya, tetapi tidak pernah dipercaya. “Tidak ada buktinya. Tidak ada sama sekali. Masih mending anak kemarin. Masih perawan tingting. Darah masih menetes. Tidak rugi aku membayanrnya mahal-mahal,” tandas Jono. Ketika mendengar ini, Ningsih sudah tidak bisa menahan kesadaran. Kabut gelap langsung menyelimuti seluruh tubuh dan pelan-pelan mengangkatnya ke langit tanpa batas. Ningsih baru sadar ketika berada di ranjang rumah sakit. Ada ayah dan ibunya di sana, tapi Jono tidak tampak. Beberapa saudara dan kerabat berdiri di kiri-kanan dan di sisi kaki ranjang. Menurut ayahnya, tadi Jono menelepon. Katanya Ningsih pingsan. Keluarga lantas menyusul ke rumah sakit. Dari Jono, mereka mendapat cerita bahwa Ningsih tidak sadarkan diri setelah terjatuh di depan pintu kamar mandi. Cerita itu disampaikan ayah Ningsih, sebut saja Sapari. Tentu Ningsih kebingungan. Sebab, dia tidak pernah merasa jatuh. Dia pingsan justru setelah mendengar cerita Jono soal wanita nakal yang keperawanannya dibayar mahal oleh suaminya. Tapi, sudahlah. Apa pun yang terjadi, dia sudah memutuskan bakal minta cerai Jono. Sepulang dari rumah sakit, dia akan mengurus gugatan cerai itu. Gugatan sudah diajukan. Tapi hampir setahun berlalu, belum ada putusan dari PA. “Aku nggak pakai pengacara. Sekarang terpaksa minta tolong pengacara karena kabarnya kalau tidak pakai pengacara agak sulit dan lama. Gitu kata orang-orang,” ujar Ningsih. Ningsih sudah sekitar setahun pula tidak bertemu Jono. Sejak mengajukan gugatan cerai. Dia pulang ke rumah orang tuanya, sementara Jono tinggal sendirian di rumah kontrakan. Ketika Ningsih sedang berkonsultasi dengan pengacara yang hendak dipasrahi mengurus perceraiannya, tiba-tiba muncul lelaki muda. Dia langsung memeluk Ningsih dan menangis sesenggukan. (bersambung)

Sumber: