Sidang Kosmetik Ilegal, JPU Hadirkan Ahli dari BPOM

Sidang Kosmetik Ilegal, JPU Hadirkan Ahli dari BPOM

Surabaya, memorandum.co.id - Reyni Oktafin Wantania kembali menjalani sidang perkara kosmetik ilegal sebagai terdakwa. Warga Jalan Barata Jaya XIII, merupakan residivis dalam kasus yang sama. Pada sidang kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) Sulfikar dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak menghadirkan ahli dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Surabaya Dra Rahayu. Dalam keterangannya, Rahayu menyampaikan bahwa produk kosmetik yang dijual terdakwa tidak terdaftar di BPOM. Selain itu, produk-produk yang dijual oleh terdakwa tergolong obat keras. “Obat perawatan wajah yang dijual oleh terdakwa tersebut tergolong obat keras yang mulia. Selain itu obat tersebut juga tidak terdaftar di BPOM,”jelas Rahayu saat memberikan keterangan di ruang Candra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (23/11/2020). Sedangkan Max Lesilolo, penasihat hukum terdakwa mempertanyakan terkait masalah izin edar. Ia menilai BPOM kurang jeli dengan adanya jual beli online obat perawatan wajah ilegal. Karena kebanyakan obat perawatan wajah yang dijual oleh terdakwa, terjual bebas di pasaran. “Yang disita oleh BPOM itu semua pembelian dari luar negeri yang sudah ada izin edar. Tapi kenapa untuk dalam negeri tidak diawasi,” kata Max Lesilolo. Dirasa cukup mendengarkan keterangan saksi, ketua majelis hakim Martin Ginting kemudian menutup jalannya persidangan dengan mengagendakan pemeriksaan terdakwa pada sidang pekan depan. “Baik. Jadi artinya barang tersebut memang ilegal dan tidak terdaftar di data BPOM. Yang perlu ditingkatkan lagi pengawasan aparat penegak hukumnya ini. Sidang kita lanjutkan minggu depan,”tandas Ginting. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 197 jo pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Untuk diketahui, terdakwa Reyni Oktafin Wantania pada 2015, oleh Hakim Tunggal Antonius Simbolon divonis dengan pidana penjara waktu tertentu, selama 4 bulan dan pidana denda Rp 1 juta subsidair kurungan 1 bulan. (mg-5/fer)

Sumber: