Belajar dari BLACKPINK
Oleh: Ali Murtadlo Ha...ha.. saya diminta anak saya menulis Blackpink. Kisahnya sangat inspiratif untuk kita semua, terutama anak muda. Untuk itu perlu nonton film dokumenternya di Netflix: Light Up The Sky selama 1 jam 19 menit. Kisah perjuangan, keuletan, kegigihan, kekecewaan empat anak remaja yang dahsyat. Putus sekolah, pindah negara, pisah dengan keluarga. Training..training...training. Repetition...repetition...repetition. Empat belas jam sehari. Sejak mereka menginjak belasan tahun. Bertahun-tahun. Kisah suka duka mereka menjadi trainee itulah yang dijual YG Entertaintement kepada Blink, sebutan fans untuk Blackpink. Berhasil. Trailernya sudah ditonton 2,4 juta. Padahal baru dirilis 14 Oktober ini. Peraturannya sangat ketat: tak boleh pacaran, tak boleh minum alkohol, dan tak boleh merokok. Dapat uang saku hanya untuk makan sangat sederhana: telur dan selai strawberi. Awal-awal latihan seperti semua yang dilakukan serba salah. Ulangi lagi, lagi, dan lagi. "So hard Mom," itu yang dikatakan kepada ibunya tatkala curhat. Tapi, keempatnya sudah bertekad bulat: I have to get through. Saya harus lolos. Saya bisa. 1. Jennie: 24 tahun. Anggota Blackpink paling awal. Ia lahir dan dibesarkan di Seoul. Pada umur 10 tahun diajak piknik ke New Zealand. Melihat anaknya senang tinggal di sana, ibunya menawari melanjutkan sekolah di kota yang memang paling nyaman untuk tempat tinggal ini. Di negeri barunya, dia terkesan dengan sekolahnya yang membebaskan memilih kegiatan yang disukainya. "Inilah yang membuat saya belajar bisa mengambil keputusan sendiri," katanya. 2. Lisa. 23 tahun. Anggota kedua yang bergabung. Dia tidak berdarah Korea. Lahir Buriram Thailand. Lalu pindah ke ibukota Bangkok saat Lisa berumur tiga tahun. Darah seni dan nyanyinya dari sang bibi yang punya grup musik. Sejak kecil dia sudah senang memegang mike sambil menari dan bernyanyi. Menyadari bakat sang anak, ibunya, mengeleskan Lisa menyanyi dan menari. Sejak itu, Lisa sudah sering menjuarai aneka lomba yang berhubungan dengan tarik suara dan menari. 3. Jisoo. 25 tahun. Lahir di Gunpo Korsel. Oleh ketiga anggota Blackpink lainnya dia dipanggil Unnie, kakak. Karena Jisoo paling senior. Tapi, dia bukan ketuanya karena di grup ini tak mengenal istilah ketua berbeda dengan Boyband dan Girlband lainnya. Meski oleh kerabatnya dipanggil monyet karena menganggap wajahnya jelek, Jisoo tak patah hati. Dia malah menggeluti dunia akting yang mengantarkannya bisa terpilih di blackpink. 4. Rose, 23 tahun. Meski lahir di New Zealand, dia berdarah Korea. Sejak kecil, dia menyukai musik terutama piano dan gitar. Ketika YG Entertainment membuka kesempatan audisi di Australia, ayah Rose memberitahunya. Rose senang mencobanya dan terpilih lewat perjuangan yang superberat. Apa pelajarannya? Ada struggle yang keras untuk roadmap to success mereka. Latihan yang keras. Pagi, siang, dan malam. Selama 14 jam. Setelah latihan bertahun-tahun, debut yang dilakukan pada 2016 membuat mereka sukses. Tak hanya di Korea dan Thailand negeri Lisa. Tapi, juga di semua benua. Termasuk di Coachella California, tempat pemusik top dunia, berfestival. Saya punya pengalaman pribadi ketika masih di JTV. Bersama teman dari TVRI Jakarta dan 20 TV dari Asia, Eropa, dan Amerika Latin, diundang TVRI-nya Korea, untuk joint production film-film local content. Undangan itu, sudah 20 tahun yang lalu. Maka, Korea memang sudah mendisain lama industri hiburannya go global. Tak hanya swastanya, seperti YG entertainment, tapi juga pemerintahnya. Untuk sukses memang perlu roadmap yang diwujudkannya dengan penuh kesungguhan. Drakor (Drama Korea) dan Blackpink membuktikannya. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)
Sumber: