Gugatan PT Permata Indah Griyaku, Isi Perjanjian, Celah Pengembang Tipu  User

Gugatan PT Permata Indah Griyaku, Isi Perjanjian, Celah Pengembang Tipu  User

Surabaya, memorandum.co.id - Isi perjanjian yang tidak dipahami user dalam pembelian perumahan, bisa menjadi celah bagi pengembang untuk memainkannya. Seperti yang dialami Endan Retnowati, warga Jalan Kedurus, Surabaya. Ia yang sudah membayar uang sekitar Rp 95 juta namun impian mempunyai rumah di Aparna Wiyung di Kelurahan Sumur Welut, Kecamatan Lakarsantri, hanya tinggal angan-angan saja. Hal ini diakui Dibyo Aries Sandy, kuasa hukum dari Endang Retnowati. Menurut Dibyo, dari penjelasan pengembang yang dituangkan dalam SPJBRI (surat perjanjian jual beli rumah inhouse) itu, mulai letak objek, denda, serah terima kapan, di situ customer dijanjikan akan diberikan selesai DP (down payment). “Namun, setelah customer sudah menandatangani dan membaca sesuai isi perjanjian di SPJBRI itu ada, ternyata serah terima dalam waktu enam atau delapan bulan tidak dilakukan,” jelasnya, Kamis (1/10/2020). Lanjut Dibyo, hal itu juga dikuatkan dengan dua saksi yang sebelumnya sempat dihadirkan dalam persidangan yaitu mantan marketing tergugat dan customer, di mana serah terima itu akan dilakukan enam atau delapan bulan setelah DP dibayar lunas. “Hanya janji saja. Karena dari penjelasan itu akhirnya penggugat setuju membayar DP lunas dan membayar cicilan setiap bulannya sesuai perjanjian SPJBRI,” pungkas Dibyo. Sementara itu, Andana, Humas PT Permata Indah mengatakan, di dalam undang-undang perjanjian apapun bila kedua belah pihak bertandatangan, itu dipastikan dan dianggap tahu isi perjanjian. “Paraf di setiap halaman, dan tanda tangan di akhir perjanjian sudah dianggap mengerti,” jelasnya. Tambah Andana, ketika perjanjian diberi waktu untuk membaca dan mempelajari, bahkan kesempatan bertanya apabila tidak tahu pasal yang belum dimengerti. “Karena sudah mengetahui maka maka baru dikuatkan dengan notaris untuk menyaksikannya,” tegas Andana. Lanjut Andana, jika sudah membaca isi perjanjian maka secara hukum penjual dan pembeli sudah mengerti. “Kalau belum mengerti, jangan tanda tangan,” pungkas Andana. Terpisah, Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) M Said Sutomo meminta masyarakat berhati-hati dalam membeli rumah. Selain tidak mudah tergiur promosi, juga hati-hati dalam  perjanjian jual beli. “Jadi konsumen harus teliti sebelum membeli. Memang harus cerewet daripada teperdaya,” kata M Said Sutomo. Untuk itu ketika konsumen disodori perjanjian jual beli oleh pengembang, jangan terburu nafsu untuk menandatangani. Sebaiknya, perjanjian tersebut dipelajari secara teliti dan tidak perlu tergesa-gesa. Bahkan, perjanjian tersebut bisa dibawa pulang untuk dipelajari di rumah. Kalau tidak diberi waktu seminggu itu melanggar. “Konsumen berhak mempelajari perjanjian jual beli dalam waktu seminggu. Itu bisa dikonsultasikan ke ahli hukum dan konsultasikan ke dinas cipta karya terutama soal status tanahnya  dan IMB,” bebernya. Masih lanjut dia, berdasarkan UU 21/ 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pasal 42 dijelaskan soal status tanah hingga sarana prasarana yang harus disediakan ketika membeli rumah. Jika itu dilanggar, ancamannnya tertuang di pasal 62 ayat (1) yaitu pidana kurungan penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar. (fer/udi/gus)  

Sumber: