Meninggal Harum

Meninggal Harum

Oleh: Ali Murtadlo Ada dua tokoh nasional yang meninggal hampir bersamaan. Hanya berselang dua hari: Prof Malik Fadjar dan Pak Jakob Oetama. Pak Malik meninggal 7 September dan Pak Jakob 9 September kemarin. Sama-sama berkawan. Sama-sama diperbincangkan. Sama-sama harum. Sama-sama meninggalkan legacy untuk bangsa. Baik fisik maupun keteladanan. "Negeri ini baru saja kehilangan sosok pendidik yang semasa hidupnya gigih dan penuh dedikasi untuk memajukan pendidikan," komentar Presiden Jokowi menyampaikan ucapan duka citanya kepada Mantan Mendiknas dan Rektor UMM Malik Fadjar. Kepada "Suhu" Pers Indonesia, Jakob Oetama, Jokowi juga menyampaikan duka citanya. "Saya sungguh merasa kehilangan atas kepergian Bapak Jakob Oetama. Alamarhum bukan sekedar tokoh pers, pendiri dan pemimpin Kompas, tapi adalah tokoh bangsa ini," kata Jokowi dalam akun medsosnya. "Selamat jalan Pak Jakob. Terima kasih atas warisan kebajikan untuk dunia pers dan bangsa ini," lanjutnya. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Prof Muhadjir Effendy mengungkap kedekatan dua tokoh ini. "Akhir 80-an, Pak Jakob beberapa kali datang ke Universitas Muhammadiyah Malang. Saat itu, UMM belum maju seperti sekarang, tapi sedang menuju kebangkitan di bawah Rektor Pak Malik. Dari situ saya tahu betapa dekatnya kedua tokoh ini. Saya yang ketika itu menjadi wakil rektor tiga ikut dikenalkan kepada beliau. Itulah yang akhirnya saya ikut dekat," katanya. Bukti kedekatannya juga ditunjukkan dengan adanya "Jakob Utama Corner" di perpus UMM. Isinya: koleksi buku-buku Jakob Oetama yan dikirim secara berkala ke UMM. Prof Haedar Nashir, Ketua umum PP Muhammadiyah, termasuk yang menyebut kedekatan Pak Jakob dengan Muhammadiyah. "Beliau hadir pada Tanwir Muhammadiyah di Bali pada 2002. Beliau bahas dakwah kultural dan kebudayaan masa depan Indonenesia," katanya. "Saya beberapa kali bertemu dan diskusi dengan beliau. Kedalaman ilmu dan kearifannya melebihi maqamnya insan pers," katanya. "Ketika sudah mulai uzur, memorinya masih luar biasa baiknya. Kita kehilangan pemikir kemanusiaan," katanya. Bahwa Jakob Oetama menjadi teladan pers Indonesia, juga bisa dilihat dari apresiasi JP yang memuatnya sebagai foto dan berita utama. Tokoh pers: Dahlan Iskan, Gunawan Muhammad, dan Ketua Dewan Pers M. Nuh memberikan komentarnya. "Pak Jakob mewariskan pers yang santun. Tepo seliro. bukan pers yang hantam kromo," kata DI. "Pemikiran dan gagasannya yang tajam dikemas oleh beliau dalam bahasa yang santun," kata Pak Nuh, yang mantan Mendiknas dan Rektor ITS ini. Akan halnya Malik Fadjar yang menurut Presiden Jokowi gigih memperjuangkan dunia pendidikan, juga diakui Menteri Agama Fachrul Razi. "Ketika beliau menjadi Menag, belaiu membuat terobosan manajemen berbasis sekolah. Lalu, bikin Aliyah Model dan Aliyah Keterampilan. Jasa besarnya, kita kenang. Terima kasih dan selamat Jalan Prof Malik," katanya. Kini, kita semua mengenang kebaikannya. Tak peduli latar belakangnya. Kebajikannya mengalahkan itu semua. Mari menjadi orang yang baik. Supaya bisa seperti RA Kartini, Prof Malik Fadjar, dan Pak Jakob Oetama: harum namanya. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: