Ada Parpol di Aksi Tolak Perwali 33/2020
Surabaya, memorandum.co.id - Terbitnya Perwali nomor 33 tahun 2020 sebagai perubahan atas Perwali nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Surabaya mengundang penolakan oleh beberapa kalangan yang terdampak. Termasuk, ada juga parpol yang ikut menyuarakan penolakan dengan lantang. Adapun penolakan itu ditujukan pada pasal 25 A tentang: (1) Pembatasan aktifitas di luar rumah dilaksanakan mulai pukul 22.00 WIB. Dan (2) Pembatasan aktifitas di luar rumah dikecualikan untuk kegiatan: a. Pemenuhan keperluan kesehatan antara lain RS, apotek, fasilitas pelayanan kesehatan; b. Pasar; c. Stasiun, terminal, pelabuhan; d. SPBU; e. Jasa pengiriman barang; dan f. Minimarket yang terintegrasi dengan bangunan sebagai fasilitas pelayanan masyarakat. Mereka yang terdampak adalah para pekerja di tempat rekreasi dan hiburan umum (RHU). Akibatnya, RHU tidak bisa beroperasi hingga membawa malapetaka bagi pekerja. Pekerja di sini tidak hanya mereka yang berhubungan dengan dunia malam, namun juga pekerja sektor informal yang menyertai seperti pedagang makanan, tukang parkir. Kondisi ini membuat mereka kelimpungan karena tidak ada pemasukan sama sekali. Padahal dapur harus mengebul dan anak harus sekolah dengan model daring yang jelas membutuhkan perangkat keras android dan kuota. Akibatnya, banyak dari mereka yang menjadi pedagang, meminjam istilah dari kalangan pekerja seni. Maksudnya jadi pedagang, semua barang yang ada di rumah mereka dijual untuk menutupi kebutuhan hidup. "Alat-alat pesta banyak yang saya jual karena gak ada job. Beberapa karyawan juga terpaksa saya rumahkan karena tidak bisa membayari," kata Widodo, pemilik persewaan alat pesta asal Simo Mulyo. Tidak heran, akibat ekonomi mampet di kala pandemi, mereka pun berteriak nyaring. Mereka pun menggelar aksi yang melibatkan banyak orang ke Balai Kota Surabaya. Bahkan dalam aksi turun jalan, mereka sangat aktraktif dengan menggelar dangdutan hingga reog. Tuntutannya cuma satu, berikan izin untuk bisa tampil atau pentas karena di situlah sumber satu-satunya rezeki mereka. Nah, ketika mereka berjuang, ternyata tidak sendirian. Ada legislator dan anggota parpol yang ikut membantu mereka, terlepas apakah ada kepentingan politik atau tidak karena sekarang ini memasuki tahun politik dengan digelar pilkada serentak. Ini bisa dilihat dengan ada anggota legislatif atau parpol yang berteriak lantang menyuarakan kepentingan mereka yang terdampak pilwali. Bahkan ada yang ikur berorasi ketika aksi. Kondisi ini tentu saja menimbulkan berbagai spekulasi karena sebentar lagi pilkada. Ada yang mengaitkan ini sebagai upaya untuk pencitraan sehingga ketika pilkada mampu mendongkrak suara terhadap paslon yang diusung. Ada juga menyatakan bahwa apa yang dilakukan mereka ini karena posisinya sebagai anggota DPRD Surabaya sehingga apa yang dilakukan itu untuk menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan masyarakat. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Andri Arianto minta kepada semua pihak bersabar terhadap perwali dengan kondisi pandemi Covid-19 ini. Sebab, perwali tersebut dibuat dalam keadaan kedaruratan sehingga untuk memuaskan semua pihak itu sangat sulit. “Kalau nanti minta direvisi atau apa, nanti itu. Karena Surabaya Raya menjadi sorotan nasional soal Covid-19,” cetus mantan aktivis 98 ini. Untuk itu ia minta dewan pada posisi memperjuangkan penyelesaian Covid-19. ”Terlepas dari agenda yang lain, jangan korbankan yang lain demi kepentingan politik,” cetus dia. Kepala Bakesbang Linmas Kota Surabaya Irvan Widyanto ketika berdialog dengan mereka beberapa waktu mengarakan pihaknya tidak bisa serta merta merevisi sebagaimana tuntutan mereka. Sebab, hal tersebut harus melalui kajian berbagai pihak. “Selain itu persoalan lainnya adalah bukan semata pada penerapan protokol kesehatan namun aspek lainnya. Seperti kondisi sirkulasi udara di ruangan tertutup dan durasi pertunjukan,” beber lelaki yang juga Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya. Masih lanjut dia, pihaknya sendiri siap untuk melakukan revisi perwali. Sebab, diakui ada beberapa poin yang ada di dalam perwali itu tidak ada dalam instruksi Presiden (Inpres) nomor 6 tahun 202 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. (udi/why/alf/rif)
Sumber: