Puluhan Siswa Reaktif Gagal UTBK, Dewan Dorong Walikota Beri Solusi

Puluhan Siswa Reaktif Gagal UTBK, Dewan Dorong Walikota Beri Solusi

Surabaya, Memorandum.co.id - Puluhan siswa akan gagal mengikuti Ujian Tulis Berbasis komputer (UTBK) gelombang 2 yang digelar pada tanggal 20-15 Juli 2020 di Surabaya karena dinyatakan reaktif covid-19 dari hasil tes rapid. Data dari Unair, sebanyak 34 peserta dinyatakan reaktif dari hasil rapid test onsite yang disediakan kampus. Sedang ITS mengumumkan 26 peserta bisa gugur dengan alasan yang sama. Berbeda dengan peserta yang pada gelombang 1 dinyatakan reaktif, mereka masih memiliki kesempatan untuk menjadwalkan ulang hingga tanggal 30 Juli 2020 dengan syarat dapat menunjukkan hasil swab negatif. Sedangkan, peserta pada gelombang dua jika dinyatakan reaktif dan hingga tanggal 30 Juli 2020 tidak dapat menunjukkan hasil swab negatif maka otomatis gugur sebagai peserta UTBK. Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Reni Astuti mendorong agar Pemerintah Kota Surabaya yang menerbitkan Surat Edaran Walikota Nomor 421.4/5853/436.8.4/2020 yang mengatur peserta UTBK harus menunjukkan hasil rapid test non-reaktif atau hasil swab negatif sebagai syarat mengikuti UTBK harus memberikan solusi pada anak-anak yang akan gagal UTBK lantaran terkendala hasil rapid test reaktif atau swab test nya positif. Berdasar SE Walikota itulah, kampus penyelenggara UTBK menambahkan syarat rapid test. Reni memaparkan, solusi harus segera diambil agar jangan sampai anak-anak ini kehilangan kesempatan untuk mengikuti UTBK tahun ini. "Persiapan UTBK tidak hanya setahun ini saja, bahkan kadang ada yang menyiapkan sejak awal masuk SMA. Jangan sampai mimpi anak Surabaya pupus hanya karena hasil reaktif dari rapid test yang tentunya tidak mereka inginkan," kata Reni Astuti, Selasa (28/7). Apalagi tidak selalu mereka yang reaktif itu terpapar covid-19. Maka penting bagi pemerintah kota untuk turun memberi solusi menjamin hak anak untuk mengikuti UTBK. Reni pun menawarkan solusi yakni pertama, fasilitasi test swab untuk yang hasil rapidnya reaktif dengan hasil swab sebelum tanggal 30 Juli 2020. Langkah ini sudah dilakukan oleh pemkot dengan membantu layanan tes swab gratis dan agar terus dipastikan tidak ada anak Surabaya yang tidak swab karena terkendala biaya. Kedua, jika sampai tanggal 30, peserta yang reaktif ini belum mendapatkan hasil swab negatif, selama yang bersangkutan kondisinya tidak bergejala, harus ada alternatif solusi yang diberikan. Misalnya mengerjakan di ruang isolasi yang terpisah dari peserta ujian lainnya. "Pemkot saya dorong untuk support sarana prasarana operasionalnya juga SDM yang dibutuhkan. Kecuali jika yang bersangkutan dalam kondisi dengan gejala covid yang parah, contohnya ada gangguan napas, tidak bisa berpikir optimal. Untuk yang masih bisa beraktivitas, masih mampu menjalankan tes, sebaiknya pemerintah kota proaktif mencari solusi bersama dengan kampus penyelenggara dan LTMPT. Semoga ada solusi buat anak-anak," bebernya Reni kembali menegaskan, jika pemerintah kota mengeluarkan aturan rapid /swab bagi peserta UTBK guna mengendalikan penyebaran Covid-19 maka pemerintah kota sepantasnya juga turut memberikan solusi terkait dengan hak anak untuk mengikuti UTBK. Apalagi setelah tahapan SBMPTN ini berakhir, akan ada tahapan seleksi mandiri. Beberapa kampus ada yang menjadikan nilai UTBK sebagai kriteria seleksi mandiri. “Kan kasihan kalau anak-anak ini gagal meraih kampus yang dicita-citakan,” tukasnya. Di sisi lain, Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), Dr Windhu Purnomo mengatakan, terkait kebijakan Pemkot Surabaya, yaitu warga berpergian, peserta UTBK wajib harus memiliki syarat rapid test, menurutnya, kebijakan itu sudah tidak benar, karena orang non reaktif belum tentu negatif covid. "Sebab kebijakan alat rapid test hanya untuk orang bebas covid, itu keliru yang dilakukan pemerintah. Alat itu hanya untuk ngetes antibodi saja. Harusnya yang bisa mendeteksi virus covid adalah PCR bukan rapid test," terang dia. "Rapid test itu tidak boleh mengambil keputusan untuk menyatakan orang bebas covid atau tidak, itu tidak boleh sebetulnya karena orang non-reaktif belum tentu dia negatif. Jadi pemerintah menyaratkan orang bepergian dan peserta UTBK wajib rapid test, itu tidak benar. Saya berharap kebijakan pemerintah kota jangan sampai membebani warga," pungkasnya.(why)

Sumber: