Killing Me Softly: Urgensi Perlindungan Hukum bagi Korban Kekerasan Psikis dalam Pacaran

Killing Me Softly: Urgensi Perlindungan Hukum bagi Korban Kekerasan Psikis dalam Pacaran

Founder dan CEO top Legal Anis Tiana Pottag, S.H., M.H., M.Kn., M.M. --

Risky selalu memberikan perhatian penuh, membanjiri Risma dengan kasih sayang, dan membuatnya merasa sangat istimewa. Namun, setelah beberapa bulan, sikap Risky mulai berubah.

Ia menjadi lebih mengontrol, melarang Risma untuk bertemu dengan teman-teman atau melakukan aktivitas di luar tanpa izin. Setiap kali Risma mencoba melawan atau mengungkapkan ketidaknyamanannya, Risky mengancam akan menyebarkan foto-foto pribadi Risma di media sosial.

Risma mulai merasa terisolasi dan tertekan secara emosional. Ia kehilangan kontak dengan teman-teman dan keluarganya, dan hanya bergantung pada Risky.

Pelan tapi pasti, Risma merasa semakin kehilangan kontrol atas hidupnya sendiri. Dia mulai mengalami depresi yang semakin dalam, namun merasa tidak memiliki kekuatan untuk keluar dari hubungan tersebut.

Pada akhirnya, perasaan tidak berdaya dan tekanan yang terus-menerus dari Risky membuat Risma berpikir bahwa satu-satunya cara untuk mengakhiri penderitaannya adalah dengan bunuh diri.

 BACA JUGA:Cinta Dibalas Dusta: Akibat Hukum Manipulasi Status Perkawinan di Balik #SelingkuhItuIndah

Kasus seperti ini bukanlah hal yang jarang terjadi. Kekerasan psikis dalam pacaran bisa sangat merusak, bahkan lebih berbahaya daripada kekerasan fisik karena dampaknya sering kali tidak langsung terlihat.

Korban sering kali merasa sendirian dan tidak tahu harus mencari bantuan di mana, karena tekanan mental yang mereka alami tidak terlihat oleh orang lain. Sayangnya, dalam banyak kasus, masyarakat atau bahkan aparat penegak hukum sering menganggap kekerasan psikis sebagai masalah pribadi yang tidak perlu ditangani secara serius.

Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa kekerasan psikis dalam pacaran merupakan bentuk kekerasan yang sangat serius dan membutuhkan perhatian lebih.

Meski belum ada undang-undang khusus yang mengatur kekerasan dalam pacaran di Indonesia, ada beberapa dasar hukum yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku kekerasan psikis dan memberikan perlindungan bagi korban.

Di bawah ini adalah analisis hukum mengenai cara menjerat pelaku kekerasan psikis dalam pacaran dan solusi bagi korban yang mengalami tekanan emosional yang berujung pada kehancuran mental.

BACA JUGA:Marriage Is Scary: Menghadapi Ketakutan dengan Memahami Perlindungan Hukum dalam Perkawinan


Ilustrasi Kasus: Killing Me Softly-Freepik.-

Risma memulai hubungan dengan Risky penuh dengan cinta dan perhatian. Pada awalnya, Risky memperlakukan Risma dengan sangat baik dan selalu memuji, memberikan hadiah, dan menunjukkan perhatian yang intens. Namun, setelah beberapa bulan, Risky mulai menunjukkan sisi lain dari dirinya.

Ia perlahan-lahan mulai mengendalikan kehidupan Risma dengan membatasi siapa yang bisa ia temui, mengatur setiap aktivitas yang bisa ia lakukan, dan secara emosional melemahkan Risma.

Sumber: