Oleh : Choirul Shodiq
Pagi itu udara di kota Madinah cukup dingin. Begitu keluar dari Hotel, jemaah pria yang akan ke Roudhah langsung disambut dengan hembusan angin, ber suhu sekitar 16 derajat celsius.
Jamaah pria dan wanita, yang ingin ke Roudhah waktunya dibedakan. Jamaah kami harus berangkat dinihari. Sedang jamaah wanitanya berangkat pukul 09.00.
Angin yang menerpa tubuh di pagi itu, serasa menusuk tulang. Namun itu tidak mengurangi semangat jamaah. Kami harus segera berjalan ke tempat antrian.
Seperti dalam tulisan Abah Dahlan, jamaah yang ke Roudhah, harus mendaftar. Itu berlaku sejak Covid beberapa tahun lalu. Tujuannya agar tertip, dan tidak berjubel.
Jarum jam di tangan saya menunjukan pukul 02.30 dinihari. Belum terdengar adzan pertama. Jarak masjid, dan hotel sekitar 200 meter. Kalau ada adzan kami pasti dengar.
Bagi jamaah, masih ada kesempatan shalat tahajud, di tempat tunggu. Tempat tunggunya dialasi dengan hamparan hambal tebal.
Sekarang, untuk menuju ke Roudhah, gampang. Seperti yang disebut Abah Dahlan, harus mengantongi surat izin. Jamaah menyebutnya tasreh, semacam tiket masuk Raudhah. Pihak travel yang menyiapkan.