PASURUAN, MEMORANDUM – Jabatan kepala desa rupanya masih diminati para petahana (incumbent). Buktinya, saat gelaran Pilkades serentak pada Selasa (10/10) lalu, hanya 4 petahana yang tidak tidak mencalonkan diri kembali. Sementara 42 incumbent terlihat sangat bernafsu untuk kembali menjadi kades.
Namun, hasil perhitungan yang direkap Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Pasuruan menyebutkan, dari 42 desa, hanya 16 incumbent yang jadi. Sementara, 26 incumbent dinyatakan keok. Alias kalah dalam kontestasi itu. “Ya, sebagian besar memang tidak terpilih kembali dalam pilkades serentak kemarin,” ujar Ridlo Nugroho, Kepala DPMD Kabupaten Pasuruan, Kamis, 12 Oktober 2023.
Banyaknya incumbent yang gagal mendapat sorotan dari kalangan aktivis. Suryono Pane misalnya. Pegiat LSM dan juga advokat ini menilai gagalnya incumbent itu membuktikan masyarakat semakin cerdas memilih. Menurutnya, incumbent yang hanya mengandalkan modal kuat hanya akan diambil uangnya saja. Tapi tidak akan dipilih kembali.
“Kalau janji politiknya tidak dipenuhi, tidak bisa melayani masyarakat selama menjabat dengan baik, maka tentu akan menjadi catatan di masyarakat. Sehingga masyarakat akan tidak memilih mereka lagi,” tegas advokat berdomisili di Gunung Gangsir Beji ini.
Lebih tegas lagi, Suryono memberikan alarm keras kepada incumbent legislatif dalam pemilu mendatang. “Ini akan berlaku dalam pemilu yang akan datang. Sangat keras alarmnya. Kalau incumbent DPR (atas sampai bawah) akan nyalon lagi atau bagi mantan bupati yang mau nyaleg DPR RI, masyarakat akan menilai kinerja saudara kemarin-kemarin. Sesuai atau tidak dengan janji manisnya,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan pengamat kebijakan publik, Dani Harianto. Menurut Dani, masyarakat saat ini menganggap kades yang bekerja atau menuntaskan programnya dianggap sudah biasa. “Lha wing itu uangnya negara, ya wajar kalau kades mengerjakan. Jadi yang dilihat apakah ada inovasi baru yang melibatkan masyarakat atau tidak,” cetusnya.
Selain itu, lanjut Dani, dalam Pilkades ada sinyalemen yang perlu diawasi dari sisi banyaknya pemain yang memainkan politik uang. Atau istilahnya broker. Menurut Dani itu memang agak sulit dibuktikan. Tapi indikatornya bisa dilihat. Misalnya, saat menjadi kades, ternyata bengkoknya atau programnya digarap oleh orang lain yang mendanai Kades tersebut. “Memang ada banyak faktor kenapa incumbent gagal. Bisa karena memang kinerja dan attitudnya tidak bagus. Dan masyarakat sudah cerdas menilai,” tegas pria yang juga menjabat dosen di Universitas ini.
Hal senada juga diungkapkan Ayi Suhaya. Wakil Gubernur LIRA Jatim ini menilai gagalnya incumbent salah satunya tergantung dari amal perbuatan. “Tergantung nandure. Kalau nanamnya bagus, insya allah masyarakat akan menilai bagus. Misalnya ringan tangan. Pro kebijakan rakyat dan seterusya,” tegas Ayi.
Yang menjadi faktor lain, lanjut Ayi, karena masyarakat sudah jenuh dengan incumbent. Perlu wajah baru. “Apalagi kalau incumbent itu kurang amanah. Kurang adil. Pelayanan rakyatnya ndak maksimal. Ya, tentu masyarakat akan berpaling ke yang baru. Dan saya kira bukan semata-mata karena uang atau hal lain,” tegasnya.
Menurut Ayi, ada juga desa yang meskipun calon uangnya banyak, hanya diambil uangnya saja. Mereka tetap komitmen kepada incumbent. “Ada yang sudah menjabat dua periode. Meskipun masyarakat diberikan iming-iming apapun tetap tidak goyang. Dan tetap incumbent terpilih lagi. Itu karena investasi kebaikan yang ditanamkan incumbent sangat bagus di masyarakat,” tegasnya. (mh)