Lamongan, Memorandum.co.id - Jaring ikan dapatnya bangkai pesawat tempur. Kejadian tak terduga itu dialami Miftah (56) seorang nelayan di Desa Weru, Kecamatan Paciran, Lamongan. Benda berukuran cukup besar itu diduga peninggalan Perang Dunia II. Hal ini selaras dengan sejarah Desa Weru yang pernah menjadi pangkalan militer penjajah. Minggu (21/5/2023) menjadi momen yang tak terlupakan bagi Miftah dan tiga ABK-nya (anak buah kapal). Pagi itu dia berangkat melaut untuk mencari penghidupan. Mesin kapal sudah menyala, jaring - jaring penangkap ikan juga sudah tersedia di lambung kapal. Empat orang itu pun pergi berlayar. Miftah bertindak sebagai nahkoda mengarahkan kapal menuju laut lepas. Berangkat penuh harap, pulang membawa penuh ikan tangkapan. Namun harapan itu sirna. Yang didapat malah hal - hal yang tak pernah disangkanya. Jarak 12 mil dari bibir pantai, ABK-nya mulai melempar jaring ke laut lepas. Ditunggu beberapa menit, diperkirakan sudah banyak ikan yang terperangkap, jaring pun berusaha diangkat. "Lha kok saat diangkat jaringnya tersangkut. Awalnya saya tidak tahu itu tersangkut apa," kata Miftah, Selasa (23/5/2023). Sekuat tenaga para ABK berupaya mengangkat jaring yang cukup lebar itu. Ternyata berat. Mereka tidak mampu. Terbesit di benak mereka, pasti tersangkut benda atau karang yang besar. Saat itu kedalaman air sekitar 30 meteran. Sehingga dasar laut tidak tampak dari permukaan. "Saya berusaha memutar - mutar kapal agar jaring saya terlepas. Tapi tetap tidak bisa," ceritanya. Karena jaring itu harganya cukup mahal, bagaimanapun caranya harus bisa lepas. Akhirnya, jaring itu ditarik dengan cara didorong menggunakan mesin kapal. Upaya Miftah pun membuahkan hasil. Jaring perlahan terangkat. Namun tak disangka, ternyata ada sebuah benda besar yang masih tersangkut jaringnya. Nelayan kawakan itu pun memilih untuk menarik benda tersebut menuju daratan. "Awalnya saya kira bangkai kapal atau perahu," jlentrehnya. Kapal akhirnya balik kanan, putar haluan. Belum dapat banyak ikan namun harus kembali pulang. Butuh waktu 8 jam untuk menarik bangkai pesawat tempur dari tengah laut menuju bibir pantai. Itu pun tidak langsung sampai tepian. Di jarak 2 mil menuju daratan, kapal sudah tidak kuat menarik. Keesokan harinya, Senin (22/5/2023), Miftah dibantu nelayan setempat kembali menarik benda besar itu. Tujuannya disingkirkan ke daratan agar tidak mengganggu dan membahayakan nelayan saat berlayar. "Setelah sampai daratan saya tidak menyangka, ternyata benda itu bangkai pesawat terbang," tukasnya. Tampak sebuah benda besar yang mirip pesawat tempur dengan satu awak. Kondisinya sudah tidak utuh dan banyak yang telah berkarat. Tampak pula jaring nelayan yang masih menyangkut di bangkai pesawat tersebut. "Mungkin pesawat tempur jaman Belanda," timpalnya lagi. Sayap bangkai pesawat itu sudah hancur. Baling - baling di bagian depan juga sudah tidak ada pun keropos. Akan tetapi bentuknya masih sangat terlihat bahwa itu bangkai pesawat jaman dahulu. "Dinamonya masih ada, kabel - kabelnya juga masih ada," tambahnya. Miftah lalu melaporkan penemuannya ke pihak desa. Selanjutnya diteruskan ke Polairud Polres Lamongan dan Forkopimcam Paciran. Hingga kemarin, bangkai pesawat tempur diduga peninggalan Belanda itu belum dievakuasi. Menjadi tontonan gratis warga sekitar. "Saya serahkan ke pihak berwenang," tutupnya. Mendampingi Miftah, Sekretaris DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lamongan Murod mengatakan penemuan bangkai pesawat tempur itu sudah dilaporkan ke cagar budaya dan dinas terkait. TNI dan Satpolairud juga sudah meninjau ke lokasi untuk melihat secara langsung. Kelompok nelayan menyerahkan bangkai pesawat itu ke pihak terkait. "Kami perkirakan ini merupakan benda sejarah, peninggalan penjajah. Harapannya bisa dibuatkan cagar budaya atau prasasti di sini. Karena memang Desa Weru dulunya pangkalan militer penjajah," beber Murod. Murod berkisah, Desa Weru dulunya merupakan salah satu pangkalan militer terbesar. Dibangun masa penjajahan Belanda dan dilanjutkan Jepang. Orang Weru menyebutnya dengan Tangsi. "Dulu waktu saya masih kecil, Tangsi itu masih ada. Saya sering bermain di sana. Ada tang - tang pengisian bahan bakar," kata pria berusia 42 tahun itu. Sekarang sudah beralih fungsi menjadi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan pasar. Namun warga sekitar tetap menyebutnya sebagai Tangsi. Berangkat dari sejarah itu, Murod menduga ada keterkaitannya dengan bangkai pesawat tempur yang ditemukan Miftah. Kemungkinan itu pesawat yang dulu mangkal di Tangsi. Ini juga didukung penemuan misil atau rudal beberapa waktu lalu di sekitar Sidokumpul, Desa Weru. "Kemungkinan masih banyak benda - benda peninggalan penjajah di sekitar sini. Karena memang dulunya pangkalan militer. Oleh karena itu, penemuan bangkai pesawat tempur harapannya bisa dijadikan prasasti di sini untuk menghidupkan kembali sejarah itu," tukasnya.(and/har/gus)
Penemuan Bangkai Pesawat Tempur di Lamongan dan Keterkaitan Sejarah Pangkalan Militer Penjajah
Rabu 24-05-2023,07:48 WIB
Editor : Agus Supriyadi
Kategori :