Wacana Pilkada Dipercepat, Bawaslu RI Taat Undang-Undang

Minggu 28-08-2022,13:14 WIB
Reporter : Syaifuddin
Editor : Syaifuddin

Totok Hariyono Surabaya, memorandum.co.id - Wacana pemilu kepala daerah (pilkada) di percepat pada September 2024 mematik sejumlah reaksi. Bawaslu RI menilai, pernyataan ketua KPU RI masih batas wacana. Sehingga harus ada persetujuan dari Komisi 2 DPR RI. “Sampai saat ini belum ada rapat dengan Komisi 2 DPR RI,” terang Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu RI, Totok Hariyono SH, Minggu (28/8/2022) Totok sapaan akrabnya menyampaikan, secara mekanisme Badan Pengawas Pemilu (bawaslu) akan menjalankan amanat undang-undang. “Jadi tidak ada untung atau rugi jika pelaksanaan pilkada dipercepat,” urai dia. Mantan wartawan ini menegaskan, pelaksanaan pilkada pelaksanaannya pasti ditentukan. Sehingga KPU juga tidak bisa menentukan sendiri. “Semua sesuai mekanisme undang-undang. Sehingga KPU tidak bisa menentukan sendiri,” tandasnya. Sampai saat ini, lanjut Totok belum ada jadwal pelaksanaan pilkada dipercepat. Meski begitu, ia menyampaikan wacana yang muncul akan dipertimbangkan untung atau ruginya. Semua akan diperhitungkan pemerintah. Sebelumnya usulan memajukan pilkada serentak ke  September 2024 sebagaimana disampaikan ketua KPU RI, dinilai akan merugikan parpol ditingkat daerah. Sebab, jarak pelaksanaan antara pileg dan pilpres dengan pilkada akan jadi semakin pendek. Ketua DPD Partai Gerindra Jatim Anwar Sadad mengatakan, urusan keputusan pelaksanaan kontestasi memang menjadi kewenangan di tingkat pusat. Namun, dia berpendapat usulan itu hendaknya dipikirkan ulang. "Dalam perspektif partai ditingkat provinsi yang nanti akan terlibat dalam Pilkada tentu mempercepat pelaksanaan tidak menguntungkan," kata Sadad. Pendapat Sadad itu didasarkan pada sejumlah alasan. Menurutnya, konstelasi politik pilkada serentak akan berkaitan dengan Pileg 2024 yang rencananya akan digelar bulan Februari. Pasalnya sebagaimana ketentuan, hasil Pileg itu akan menjadi acuan untuk kontestasi Pilkada. Sehingga, dengan mempercepat pelaksanaan Pilkada bakal memperpendek waktu parpol untuk berkontestasi di Pilkada. "Menjadi lebih pendek misalnya untuk sosialisasi. Bulan Februari ke September artinya hanya 7 bulan," jelasnya. Politisi kawakan itu menilai dengan rentang waktu itu sangat pendek untuk persiapan para kontestan. "Kalau infrastruktur menurut saya tidak jadi persoalan, tapi yang paling krusial adalah pendeknya waktu untuk melakukan sosialisasi kandidat dan perluasan dukungan," tambahnya. Di sisi lain, pasca Pileg 2024 sedikit banyak berpotensi mengubah peta politik ditingkatan regional. Sebab, perolehan kursi parpol akan berpengaruh besar pada pergerakan politik menuju Pilkada mendatang. "Sehingga, dengan alasan itu dalam pandangan saya usulan KPU itu tidak menguntungkan parpol ditingkat daerah," tuntas Sadad yang juga Wakil Ketua DPRD Jatim. Terpisah Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari mengusulkan agar Pilkada Serentak 2024 baik di level kota, kabupaten, maupun provinsi, dimajukan ke  September. Meski sebagai informasi, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 mengamanatkan agar Pilkada 2024 digelar pada  November (Pasal 201). Kesepakatan informal antara KPU, pemerintah, dan DPR RI pada 24 Januari lalu pun menyetujui Pilkada 2024 diselenggarakan 27 November 2024. Menurut Hasyim, majunya jadwal ini sebagai bagian dari upaya mencapai keserentakan pelantikan kepala daerah pada Desember 2024. “Selama ini, Pilkada Serentak itu yang tercapai baru keserentakan pencoblosan, keserentakan pelantikan belum. Padahal dalam UU Pilkada ada, keserentakan  adalah bersama-sama dengan pelantikan pejabat yang masa jabatannya paling akhir,” sebut Hasyim dalam diskusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis (25/8/2022). Hasyim menjelaskan, pemungutan suara yang baru digelar November 2024 terlalu dekat dengan rencana pelantikan pada Desember 2024, mengingat selalu adanya potensi digelarnya pemungutan dan penghitungan suara ulang hasil sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK). (day)

Tags :
Kategori :

Terkait