Kediri, memorand.co.id - Pendidikan menjadi jembatan untuk meraih kesuksesan dan mengubah masa depan. Sehingga tidak boleh ada diskriminasi dalam dunia pendidikan.
Hal itu disampaikan Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar di ruang kerjanya saat menanggapi adanya aduan dari masyarakat, Senin (15/11). Isi aduan tersebut mengeluhkan sulitnya mengambil ijazah setelah lulus dari salah satu SMKN di Kota Kediri dengan alasan belum melunasi biaya administrasi.
Padahal ijazah tersebut akan digunakan sebagai syarat untuk melamar pekerjaan yang mengharuskan wajib menunjukkan atau membawa ijazah pendidikan terakhir.
“Tidak boleh ada diskriminasi dalam pendidikan. Sekolah tidak boleh menahan ijazah. Apalagi Kepala Cabdin (Cabang Dinas) Kediri secara lisan sudah memberi arahan kepala-kepala sekolah,” tegas Wali Kota Kediri.
Mas Abu, sapaan akrab Wali Kota Kediri, menegaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab memberikan layanan pendidikan. Untuk itu Pemerintah Kota Kediri memberikan solusi akan menyelesaikan administrasi apabila ada siswa dari keluarga yang kurang mampu yang mengalami kesulitan perihal biaya pendidikan.
Sekolah bisa segera mendata dan menyampaikan daftar nama tersebut kepada Wali Kota Kediri atau Dewan Pendidikan. Siswa SMA/SMK bisa melapor kepada Cabdin Kediri dan siswa SMP dan tingkat di bawahnya melapor ke Dinas Pendidikan Kota Kediri.
“Bila masih ada warga yang mengadu ijazahnya ditahan sekolah, kami tidak segan untuk mengumumkan daftar sekolah yang melakukan penahanan ijazah ke publik,” tandasnya.
Senada dengan Wali Kota Kediri, Ketua Dewan Pendidikan Kota Kediri, Heri Nurdianto menentang adanya diskriminasi layanan pendidikan. Seperti halnya sekolah yang tidak segera memberikan ijazah dengan alasan belum melunasi biaya administrasi.
Menanggapi aduan tersebut, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Cabdin Pendidikan Provinsi Jatim di Kediri. "Kepala Cabdin juga telah memberikan arahan secara lisan kepada kepala-kepala sekolah agar jangan sampai ada sekolah yang menahan ijazah. Namun, nampaknya belum semua sekolah mentaati himbauan tersebut," ucap Heri.
Heri menambahkan, kasus seperti ini ibarat fenomena gunung es. Artinya banyak yang mengalami hal serupa namun belum banyak yang melapor. Hal ini karena kemungkinan para lulusan belum mengetahui informasi layanan pengaduan atau bisa jadi karena daruratnya ijazah tersebut. "Sehingga walaupun kurang mampu mereka berusaha keras mendapatkan uang guna melunasi biaya pendidikan agar ijazah segera bisa diambil,” tambahnya. (Mis/gus)