Yuli Setyo Budi, Surabaya Yoko merasa dilecehkan. Wong baru lepas dari mulut buaya kok akan dimasukkan ke mulut cempe. Putus dari Ria, perempuan cantik dan pinter, eee… kok hendak dijadiin vs gadis desa. Dari namanya saja sudah bisa dibayangkan kualitasnya: Sarijem. Yoko sempat membayangkan Sarijem di lingkungannya pasti dipanggil Ijem, Atau Jem saja, malah. Setelah agak dewasa dipanggil Yuk Ijem, setelah tua dipanggil Lik Ijem atau Mak Ijem, dan setelah sudah thunuk-thunuk dipanggil Mbah Ijem. Dalam bayangan Yoko, Sarijem juga tampil dalam penampakan cewek ndesani yang kulitnya mangkak. Dibilang putih tapi tampak nggrengseng, dibilang item tapi tampak rodok kuning. Sesungging senyum kecut mengiringi bayangan itu. Tib-tiba bel berdenting. Ada tamu. Yoko, Ria, dan Mukhlis yang sore itu sedang di ruang tamu—walau dalam kondisi agak tegang karena perseteruan di antara mereka belum reda—kaget. Yoko bergegas membukakan pintu. Dua perempuan cantik berdiri di depannya. Mereka mencari Ria, yang ternyata sudah berdiri persis di belakang Yoko. Mereka berbasa-basi sejenak, kemudian saling diperkenalkan oleh Ria. Dua perempuan cantik tadi bernama Santi dan Sari. Cocok iwak endog, sesuai antara nama dan penampilannya. Syantik-syantik dan sueksi-sueksi. Mereka berencana mencari kerja di Surabaya dan minta izin menginap di rumah. Keduanya adalah kenalan lama Ria dan berasal dari kota yang sama: Madiun. Sama-sama pula alumni dari UGM. Hanya tahun kelulusannya yang tidak sama. Terpaut lima tahun. Adik Ria. Jurusannya juga beda. Ria dari jurusan kimia, sedangkan Santi dan Sari dari jurusan hukum dan ekonomi. Mulai hari itu Yoko punya kesibukan baru. Mengantar Santi dan Sari masuk-keluar perkantoran. Mencari kerja. Sebenarnya Santi dan Sari menolak tawaran Yoko untuk diantar-antar. Tapi Yoko memaksa. Dia rela meluangkan waktu di sela kesibukan kerjanya di perusahaan advertising. Alasan Yoko, dia tidak terikat waktu kerja. Bebas merdeka. Karena itu, sayang bila tidak dimanfaatkan untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Seperti Santi san Sari ini. Tidak butuh waktu lama, cuma tiga hari, Santi diterima di perusahaan properti. Pengalaman kerja sebelumnya sebagai staf HRD di Semarang sedikit banyak, tampaknya, dijadikan pertimbangan perusahaan yang dilamar Santi. Kini tinggal Sari yang belum diterima kerja. Tanggung jawab Yoko sudah berkurang. Ternyata kebersamaan setiap hari menimbulkan perasaan berbeda di hati Yoko dan Sari. Mereka semakin dekat. Tidak hanya dekat sebagai teman, tapi mulai muncul bibit-bibit cinta di hati keduanya. Acara mencari kerja buat Sari pun sering tiba-tiba berbelok menjadi acara kencan. Mereka tidak masuk-keluar perkantoran, melainkan lebih sering masuk-keluar bioskop, rumah musik, dan restoran. Mencari kerja akhirnya hanya dijadikan tujuan samping. Yoko bahkan mulai berani bertanya yang aneh-aneh kepada Sari. Misalkan begini: sudah punya pacar? Ketika dijawab hanya dengan senyuman, Yoko kembali bertanya: maunya cowok yang bagaimana? Dan ketika Sari kembali menjawab hanya dengan senyuman diiringi pandangan penuh arti, Yoko bergegas meraih telapak tangan Sari, meremas, dan menciumnya. Itu terjadi di jok depan mobil menjelang mereka turun setelah hampir seharian keliling kota. Mencari kerja. Tiba-tiba HP Sari berdering. Perempuan syantik yang tangannya masih dalam genggaman Yoko itu merespons panggilan telepon tadi dengan memencet tombol terima dan membesarkan volumenya. “Onok opo, Mak?” tanya Sari. Suara di HP itu menjawab, “Jem, kapan kowe mulih?” (habis)
Cinta Bersemi di Jok Depan Mobil, Sepulang Cari Kerja
Jumat 21-12-2018,12:41 WIB
Editor : Agus Supriyadi
Kategori :