4 Hari PPKM Darurat di Surabaya, Aktivis: Utamakan Kebijakan Persuasif Humanis

Selasa 06-07-2021,09:53 WIB
Reporter : Aziz Manna Memorandum
Editor : Aziz Manna Memorandum

Surabaya, memorandum.co.id - Pemerintah resmi memutuskan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat untuk Pulau Jawa dan Bali, terhitung tanggal 3-20 Juli 2021. Tidak hanya mengatur soal jam malam, penutupan tempat ibadah, mall, aturan keluar masuk wilayah, hingga penutupan jalan protokol yang selama ini dikeluhkan masyarakat. Namun, pemadaman lampu jalan saat pukul 20.00 WIB di beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur, juga mendapat kritikan dari masyarakat. Polemik PPKM darurat membubung di berbagai kabupaten/kota, tak terkecuali Surabaya. Hal ini lantas mengundang reaksi yang beragam dari warga, salah satunya aktivis perempuan yang pada Mei lalu mendapat penghargaan Tokoh Millenial Literasi Jatim, ning Lia Istifhama. “Situasi sekarang sangat kontra, jauh berbeda dengan masa kampanye Pilwali Surabaya 2020 lalu. Sejak September hingga Desember, ramai kampanye di berbagai sudut gang. Suasana saat itu sangat hidup dan tidak ada kesan kepanikan pandemi. Bahasa Suroboyoane, korona wes ilang (korona sudah hilang). Semua bahagia dan berpikir pandemi berakhir, tapi ternyata tidak di tahun 2021 ini," ungkap ning Lia, Selasa (6/7/2021). Sehingga adanya lonjakan kasus Covid-19 belakangan ini, mengharuskan PPKM darurat terselenggara. Namun ning Lia ingin pemerintah melihat fakta di lapangan, agar masyarakat selalu sabar dan tetap patuh protokol kesehatan. “Kalau kita bicara jujur, masyarakat sebenarnya berusaha patuh pada protokol kesehatan. Kalaupun ada yang bandel, itu kan tidak bisa dipukul rata semuanya. Tapi ayolah dilakukan penelitian yang ilmiah, observasi yang detail, dan komprehensif. Ada analisa kritis relevansi kepatuhan prokes dengan tingkat Covid-19. Harapan saya, kalau kebijakan selalu mengedepankan fakta lapangan, insya Allah ini akan menguatkan masyarakat agar selalu sabar dan patuh prokes," paparnya. “Yang saya tahu, saat saya ikut PMR (Palang Merah Remaja) di sekolah, selalu ditekankan sikap tenang saat merawat pasien. Hal ini karena sikap tenang dan optimis pasien menjadi stimulus kesembuhan. Harapan saya, inilah yang diutamakan. Ayo sama-sama bergandengan tangan menciptakan ketenangan, karena kepanikan bukan solusi," imbuh putri alm. KH. Masykur Hasyim ini. Ibu dua orang anak yang acapkali menulis tentang pentingnya pendidikan ini, sebelumnya telah menyampaikan keprihatinannya atas kebijakan Eri Cahyadi yang menyiapkan ratusan peti mati korban Covid-19. Begitupun terkait Tour of Duty yang berisi skema sanksi bagi pelanggar aturan PPKM darurat di Surabaya yang dinilainya kurang humanis. “Tolong dipikir secara utuh, holistik. Bahwa masyarakat adalah manusia. Maka marilah ambil kebijakan yang lebih humanis, yang bisa memberikan dampak sosial yang positif. Dalam hal ini, ayo dipahami bagaimana jeritan hati masyarakat yang secara perekonomian terdampak aturan PPKM. Para PKL, dan sebagainya. Insya Allah, kalau ada upaya persuasif, bergandengan tangan, dan mau mendengar keluh kesah mereka, kebijakan humanis mudah diwujudkan," pintanya. "Dengan upaya persuasif, secara psikologis ini akan membentuk ketenangan sehingga memberikan dampak peningkatan imun bagi masyarakat," pungkas ning Lia. (mg3)

Tags :
Kategori :

Terkait