Hati Maryam

Jumat 26-07-2019,09:20 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh: Dahlan Iskan Hati saya untuk Maryam. Otak saya untuk Imran Khan. Maryam itu cantiknya luar biasa. Lihatlah matanya. Seperti mutiara. Lihatlah pipinya: ada lesung pipitnya. Perhatikan hidungnya: gabungan barat dan timur. Lihatlah seluruh badannya. Begitu menakjubkan. Betisnya pun pasti seperti batang padi yang lagi hamil --kalau bisa diperlihatkan. Pokoknya, tidak ada wajah yang lebih sempurna dari Maryam. Selama saya di Pakistan lalu. Tapi otak saya untuk Imran. Ia lagi bekerja keras untuk membawa Pakistan lebih damai. Saya selalu berdoa: agar hati dan otak saya menyatu untuk Pakistan. Agar negeri itu bisa bangkit. Kelihatannya sulit. Maryam sudah mulai menyerang Imran. Dalam posisinya sebagai ketua oposisi. Juga sebagai anak pertama Nawaz Sharif. Yang pernah tiga kali menjadi perdana menteri Pakistan. Yang rajin membangun jalan tol. Yang mengawali membangun pembangkit listrik besar-besaran. Yang menjalin hubungan mesra dengan Tiongkok. Dan kini ia di penjara. Untuk lima tahun. Tuduhannya korupsi: punya harta di London yang tidak dimasukkan dalam laporan kekayaan. Maryam sudah mulai mengerahkan massa. Minggu lalu. Menyerang Imran Khan. Sekaligus di beberapa kota. Di saat Imran lagi melakukan lawatan ke Amerika sejak Sabtu lalu. Untuk bertemu Presiden Donald Trump. Juga rapat besar dengan masyarakat Pakistan di Amerika. Dan menemui IMF. Yang menggemaskan, Maryam tetap tampil sangat cantik. Dan modis. Dengan kerudung khas ya. Yang masih memperlihatkan bagian depan rambutnya. Pun saat lagi memimpin demo. Di musim monsoon yang sangat panas dan lembab ini. Bahkan saat datang ke KPK-nya Pakistan minggu lalu. Maryam tampil sangat keren. Dalam busana demonya yang hitam-hitam. Karya desainer khusus. Yang ada gambar abstrak wajah seseorang. Di bagian yang menjuntai di kakinya. Yang ternyata wajah ayahnya. Desainer itu sendiri cantiknya nyaris menyamai Maryam. Juga anggota DPR dari partai yang sama. Nama desainer itu: Hina Pervaiz Butt. Masih satu marga dengan ibunda Maryam --yang meninggal tahun lalu di London. Maryam memang terus berjuang membebaskan ayahnya. Yang ia nilai tidak pantas dipenjarakan. Selain ada motif politik. Umur Maryam kini 43 tahun. Matang-matangnya. Punya gelar S1 dan S2. Lalu dapat doktor. Mungkin honoris causa. Anaknya tiga orang. Dia terpaksa menjadi wakil ketua umum partai oposisi, Pakistan Muslim League Nawaz. Sebenarnya Maryam didaulat menjadi ketua umum. Tapi hukum melarangnya. Dia masih harus berjuang untuk membersihkan diri. Juga dari tuduhan korupsi. Yang bermula dari Panama Papers. Yang menyebut dirinya punya harta di London. Juga punya beberapa perusahaan off shore. Yang Maryam membantahkan. Rumah di London itu milik saudaranya. Hanya memakai namanya. Maryam sempat masuk tahanan. Lalu dibebaskan. Dan kini dia masih sering dipanggil KPK. Setahun sudah Imran menjadi perdana menteri. Sebelum minggu lalu masih relatif tenang. Tidak banyak gejolak politik. Tapi Imran memang mewarisi keadaan yang buruk. Yang tidak mudah dibangkitkannya. Apalagi rakyat tidak sabar menanti. Apalagi keadaan ekonomi tidak juga membaik. Harga-harga terus naik. Termasuk listrik. Nilai rupee anjlok --terus-menerus. Ada saja penyebabnya. Imran dinilai menjilat ludah sendiri: ternyata tetap pro Tiongkok. Juga: membawa kembali IMF ke Pakistan. Secara rasional itu tidak salah. Ia harus melakukan itu. Agar Pakistan terhindar dari bencana ekonomi. Tapi secara politik itu bisa jadi peluru untuk menembakinya. Saya juga simpati pada Imran karena misi damainya. Ia tidak suka konflik dengan India. Yang diwarisinya secara mendarah-mendaging. Sejak Pakistan pisah dari India di tahun 1947. Misalnya saat pesawat tempur India ditembak jatuh di wilayah Pakistan. Imran segera memulangkan pilot angkatan udara India itu. Tanpa menghukum ya. Yang membuat ketegangan di perbatasan mereda. Imran juga ingin kerjasama yang lebih erat dengan India. Banyak persoalan bisa diselesaikan bersama. Tapi belum tentu mulus. Sentimen di kedua negara sudah sangat dalam. Imran masih punya agenda damai satu lagi. Saya sangat menunggu realisasinya: dibukanya akses ke ‘makam’ Guru Nanak. ‘Makam’ Imam Besar penganut agama Sikh itu ada di Pakistan. Di dekat perbatasan India. Mulai November depan orang Sikh di India bisa ziarah ke Guru Nanak tanpa visa. Kini lagi dibangun koridor khusus. Yang menerobos perbatasan. Sepanjang 3 km. Dari wilayah India ke ‘makam’ itu. Selama ini orang Sikh hanya bisa ke ‘makam’ Guru Nanak dari jauh. Lewat teropong jarak jauh. Yang dipasang di balik perbatasan India. Di seluruh dunia penganut Sikh sekitar 27 juta orang. Semua ingin berziarah ke Guru Nanak. Saya pernah bertemu rombongan orang Sikh di Lahore. Mereka jauh-jauh dari Kanada. Akan ziarah ke Guru Nanak. Izinkan kapan-kapan saya menulis tentang Guru Nanak. Atau tidak usah. Toh Anda sudah sangat paham siapa Guru Nanak. Tiga agama pernah mengklaimnya sebagai tokoh mereka: Islam, Hindu, dan akhirnya Sikh. Sampai-sampai, saat meninggal, beliau jadi rebutan: harus dikubur atau dikremasi. Sulitnya, beliau sendiri sudah tidak bisa memutuskan.(*)  

Tags :
Kategori :

Terkait