Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Mata Nanang nyalang. Ada bara terpancar di sana, yang merembet ke pembuluh darah dan membakar sekujur tubuh. Berdiri mak-nyet, Nanang menyambut cepat kedatangan Jono dan Mila.
Jono dan Mila yang belum menyadari keberadaan Nanang makin tenggelam dalam keceriaan. Mila merapatkan pelukan di tubuh Jono, sementara telapak tangan pemuda itu memegang erat lengan Mila yang menempel di perutnya. Mesra sekali. Kayak Galih dan Ratna dalam film remaja tahun 80-an, Gita Cinta dari SMA (GCdS).
Ketika Nanang mendadak menghadang laju motor Jono, Mila sangat kaget dan terjengkang jatuh dari boncengan Jono. Pemuda tersebut bahkan tejerembab setelah mengeram secara tiba-tiba.
Nanang Cuma berdiri mematung dan melekatkan sorot mata ke kedua pasangan tadi, yang memandangnya seolah melihat malaikat Izrail. Tanpa kata, Nanang kemudian melangkah menuju motornya dan menghilang dengan cepat. Pulang.
Dua jam kemudian, di rumah, terjadi pertengkaran hebat antara Nanang dan Mila. Barang pecah belah beterbangan, meja dan kursi beradu, serta teriakan bernuansa amarah meloncat-loncat dari mulut suami-istri ini. Para tetangga yang berdatangan tidak bisa melerai keduanya.
Azan Magrib yang mengalun dari musala tak jauh dari rumah tidak dihiraukan. Pertengkaran terus berlangsung hingga menjelang Isya. Pak RT setempat yang berdiri di antara kerumunan massa tidak kehilangan akal. Ia mematikan listrik rumah dari boks meteran. Klakep. Mendadak sepi. Pak RT segera menarik tubuh Nanang, dibawa ke rumahnya.
“Di rumah Pak RT, aku di-wejang sangat panjang. Ada Pak Lurah dan Ustaz Azis di sana. Dia tokoh masyarakat di kampung yang biasa menjadi imam di musala. Semua memberi nasihat. Entah apa yang mereka bicarakan, aku lupa. Sangat banyak,” kata Nanang sambil melirik pengacara yang membantu proses perceraiannya.
Pada intinya, sambung Nanang, istrinya mengaku memang ada hubungan dengan Jono. Itu sudah lama terjadi, tak lama setelah Nanang di-PHK dari perusahaan tempatnya bekerja.
Jono yang driver ojek tapi memiliki tambak sangat luas di desanya di pedalaman Lamongan dipandang Mila mampu memenuhi kebutuhan hidupnya ketimbang Nanang yang hanya pengangguran (waktu itu, sebelum bisnis mencit). Setelah berbisnis pun, pendapatannya tidak bisa diharapkan.
Pertengkarannya vs Mila juga disebabkan sikap Mila yang membiarkan sepupunya melayani tamu di warung. Fakta ini dinilai mencemarkan nama baik Nanang sebagai suami Mila, pemilik warung.
“Jujur saja aku juga curiga, jangan-jangan istriku juga melayani tamu-tamu warung. Ini yang menyebabkan pertengakaran kami tidak bisa dilerai,” sambung Nanang, yang menambahkan bahwa dirinya sudah lama tidak dilayani Mila di ranjang.
“Aku tidak bisa bermain wanita di luar. Nauzubillah, Pak. Lebih baik memuaskan diri sendiri di kamar mandi atau di tengah malam,” tegasnya.
Nanang juga mengaku akan memperjuangkan agar anak semata wayangnya jatuh pada pembinaannya. “Apa jadinya kalau anak kami jatuh ke ibunya. Wong kelakuannya kayak gitu. Bisa rusak itu anak,” kata Nanang. (habis)