Dunia Berkubu dalam Bayangan Senjata

Jumat 19-09-2025,08:00 WIB
Reporter : Fatkhul Aziz
Editor : Fatkhul Aziz

Bagaimana akan bergembira kalau pada detik ini

ada bayi mati kelaparan atau seorang istri

bunuh diri karena sepi atau setengah rakyat terserang

wabah sakit - barangkali di dekat sini

atau jauh di kampung orang,

Tak ada alasan untuk bergembira selama masih

ada orang menangis di hati atau berteriak serak

minta merdeka sebagai manusia yang terhormat dan berpribadi -

barangkali di dekat sini atau jauh di kampung orang.

Inilah saatnya untuk berdiam diri dan berdoa

untuk dunia yang lebih bahagia atau menyiapkan senjata

dekat dinding kubu dan menanti.

BACA JUGA:Mesin dan Kematian

Puisi itu seperti teguran. Ia berbicara tentang penderitaan yang universal, yang tak mengenal blok atau aliansi. Bayi yang kelaparan di Gaza atau di Sudan; istri yang bunuh diri karena ditinggal mati suaminya di medan perang Ukraina; wabah yang bukan hanya penyakit, tetapi juga wabah kekerasan dan kebencian. Ia menolak dikotomi "kita" dan "mereka", karena tangisan dan teriakan itu terdengar baik "di dekat sini atau jauh di kampung orang."

Lalu ia menghadapkan kita pada dua pilihan yang diametral: berdoa untuk dunia yang lebih bahagia atau menyiapkan senjata dekat dinding kubu dan menanti.

Dan dunia saat ini, sayangnya, tampaknya memilih opsi yang kedua. Kita lebih memilih untuk mendekatkan diri pada dinding kubu, meraba cold metal dari senjata yang kita sangka akan memberi rasa aman. Kita menanti, penuh kecurigaan, sambil mendengar teriakan dari seberang yang kita cap sebagai ancaman.

Kategori :