Pembagian Ambeng PTSL Diduga Tak Merata, BPD Sugihwaras Teriak di Kejari Lamongan

Sabtu 12-07-2025,12:43 WIB
Reporter : Syaiful Anam
Editor : Muhammad Ridho

LAMONGAN, MEMORANDUM.CO.ID - Pengaduan masyarakat (dumas) perihal dugaan pungutan liar (pungli) program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2024, di Desa Sugihwaras, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan, dan kini telah ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan.

Setelah sebelumnya Kepala Desa Sugihwaras beserta perangkat desa menjalani pemeriksaan, kali ini giliran Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sugihwaras, Fauzi Nur Rofiq, beserta sejumlah anggota BPD yang dimintai keterangan oleh penyidik. 

BACA JUGA:Kelebihan Biaya PTSL di 12 Desa Lamongan Belum Ditindaklanjuti


Mini Kidi--

Pemeriksaan Kepala Desa perangkat desa Sugihwaras sebelumnya telah dilakukan pihak penyidik Kejaksaan Negeri Lamongan. Giliran kini Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sugihwaras, Fauzi Nur Rofiq, bersama sejumlah anggota BPD dimintai keterangan untuk hadir ke Kantor Kejari Lamongan. 

“Kami dimintai keterangan terkait pelaksanaan program PTSL dan pengumpulan biaya yang terjadi di Desa Sugihwaras. Dijelaskan bahwa secara keseluruhan BPD tidak mengetahui detail proses tersebut,” ujar Fauzi sapaan Ketua BPD Sugihwaras.

BACA JUGA:Program PTSL Mampu Tumbuhkan Perekonomian Kabupaten Lamongan

Meski demikian, Fauzi menyatakan, BPD tidak terlibat langsung, namun pihaknya merasa memiliki tanggung jawab moral untuk turut mengawal penanganan kasus ini agar berjalan sesuai hukum serta pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kegiatan pemerintahan desa.

“Kami tidak ingin masyarakat menjadi objek kepentingan individu atau pihak-pihak yang mengabaikan peraturan dengan harapan persoalan ini diproses sesuai hukum agar menjadi pembelajaran bagi desa-desa lain,” ujarnya.

BACA JUGA:Desa Rejotengah di Lamongan Belum Tersentuh Program PTSL

Tak hanya itu, Fauzi juga menyoroti adanya ketidaksesuaian antara Peraturan Bupati Lamongan Nomor 22 Tahun 2018 dengan regulasi pemerintah pusat terkait pelaksanaan program PTSL, bahwa meskipun Perbup memberikan ruang penambahan biaya, namun pelaksanaannya tetap harus melalui mekanisme yang sah dan transparan.

“Di lapangan, praktiknya justru banyak yang tidak sesuai aturan. Pernyataan-pernyataan yang dibuat dalam proses PTSL juga terkesan manipulatif dan tidak memperkuat aspek legalitas. Besaran biaya yang dibebankan kepada masyarakat, menurut Fauzi, warga diminta membayar Rp800 ribu untuk PTSL, serta biaya tambahan untuk lintor berkisar antara Rp1 juta hingga Rp2 juta, tergantung jenis sertifikat yang diurus.

BACA JUGA:Kades dan Ketua Pokmas PTSL di Lamongan Dilaporkan Polisi, Ini Pemicunya

Sedangkan, imbuh Fauzi, pengumpulan biaya tersebut patut diduga sebagai pungutan liar karena tidak mengacu pada ketentuan resmi. “Kasus ini saat ini telah dilimpahkan ke Inspektorat dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk ditindaklanjuti," imbuh dia. 

BPD Sugihwaras, ditambahkan oleh Fauzi, akan terus mengawal proses hukum kasus ini hingga tuntas, agar setiap pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum. “Ini adalah momentum penting untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan desa. Kami tidak ingin ada lagi penyimpangan serupa di masa mendatang," tambahnya.

Kategori :