GRESIK, MEMORANDUM.CO.ID - Penetapan status tersangka terhadap Abdul Halim, mantan Kepala Desa Sekapuk, Ujungpangkah dalam perkara dugaan tindak pidana penggelapan aset desa dipandang cacat hukum.
Pihak Abdul Halim telah mengajukan permohonan praperadilan terkait sah atau tidaknya status tersangka yang telah ditetapkan oleh Satreskrim Polres Gresik. Permohonan tersebut menyeret Kasat Reskrim Polres Gresik, AKP Abid Uais Al-Qarni sebagai pihak termohon.
Dalam sidang praperadilan pertama yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Gresik, Penuntut Umum M. Machfudz menjelaskan, bahwa penetapan tersangka terhadap pemohon alias Abdul Halim tak sesuai prosedur dan melanggar undang-undang.
BACA JUGA:Satreskrim Polres Gresik Tetapkan Mantan Kades Sekapuk Tersangka Penggelapan Aset Desa
Ia menilai, penetapan tersebut terkesan ujug-ujug. Sebab, kata dia, saat masih berstatus calon tersangka, Abdul Halim tak pernah diperiksa sebelum akhirnya dinyatakan tersangka dan ditangkap.
“Jelas tindakan termohon (Kasat Reskrim Polres Gresik) dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan,” ujar Machfudz di PN Gresik, Senin 13 Januari 2025.
Selain itu, polisi disebut tidak pernah melakukan penyelidikan atas diri pemohon.
BACA JUGA:Polemik Pungutan Dana Pelantikan 47 Kades Gresik Jangan Menguap
Penetapan tersangka itu pun baru diketahui oleh pemohon setelah keluarnya surat perintah penangkapan nomor: SP.Kap/2019/XI/2024/Reskrim tertanggal 28 November 2024. Serta saat dikeluarkannya surat perintah penahanan nomor: Sprint.Han/2012/XI/2014/Reskrim tertanggal 29 November 2024.
“(Pemohon) telah dinyatakan tersangka sebelum adanya pemeriksaan atas panggilan surat sebagai saksi,” sebut Machfudz.
Penetapan tersangka yang tergesa-gesa itu pun disayangkan oleh Machfudz. Sebab, tambahnya, pemohon selama ini telah kooperatif serta berkomunikasi aktif dengan Kasat Reskrim. Baik melalui telepon maupun pesan WhatsApp secara intens.
BACA JUGA:Dituduh Korupsi, Kades Laporkan LSM ke Polisi
“Tidak pernah ada surat perintah penyelidikan kepada pemohon padahal sesuai pasal (1) angka (1) dan (4) kitab undang- undang hukum acara pidana (KUHAP) polisi memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan,” imbuhnya.
Bukan hanya itu, Penuntut Umum juga menilai polisi memakai alat bukti yang tidak sesuai untuk mendukung penetapan status tersangka. Dari alat bukti yang dipakai, pihak pemohon memandang perkara tersebut bukanlah persoalan pidana, melainkan perdata.
“Karena alat bukti yang digunakan adalah persoalan terkait dengan urusan hubungan keperdataan, seakan-akan itu adalah hal tindak pidana,” sebutnya.