Oleh: Arief Sosiawan
Pemimpin Redaksi
Sepekan terakhir hampir semua media memberitakan keinginan Pemerintah Kota Surabaya membangun alun-alun. Kabar itu disampaikan langsung Wali Kota Tri Rismaharini yang akrab disapa Risma.
Alun-alun itu berada di tengah kota. Dengan kepadatan lalu lintas yang intensitas lalu lalang kendaraan bermotornya sangat tinggi. Tepatnya di kawasan Jalan Pemuda. Posisi persisnya di antara Gedung Balai Pemuda dan lahan kosong di seberang jalan gedung kebanggaan arek Suroboyo itu.
Bakal fasilitas publik yang diberi nama Alun-Alun Surabaya ini menghabiskan dana APBD Kota Surabaya Rp 177,5 miliar. Rinciannya, pada 2016 Rp 20 miliar. Dana ini sudah digunakan untuk membangun basement di Balai Pemuda. Pada 2017 Rp 30 miliar. Dana ini untuk membangung basement di tempat sama yang kini dipakai untuk lahan parkir. Pada 2018, dikucurkan dana Rp 27,5 miliar untuk membangun basement di sisi Jalan Yos Sudarso. Terakhir pada 2019 digelontorkan lagi Rp 100 miliar.
Dana yang dikucurkan pada 2019 dirinci lebih rinci. Rp 60 miliar untuk membuat underpass di Jalan Yos Sudarso, Rp 20 miliar untuk finishing basement Balai Pemuda yang sisi Jalan Yos Sudarso, dan Rp 20 miliar untuk membangun basement di Jalan Pemuda 17.
Di alun-alun nanti didirikan patung Sawunggaling sebagai tetenger, yang dilengkapi diaroma tentang sejarah Kota Surabaya. Di sini juga ada sentra UMKM (usaha mikro kecil menengah).
Sekilas rencana Risma ini luar biasa. Menunjukkan komitmen tinggi seorang wali kota untuk memajukan wilayah yang jadi tanggung jawabnya. Apalagi, berbagai pembangunan sarana fisik dan sarana lain sebelumnya sudah diwujudkan wali kota perempuan pertama di kota ini.
Hasil kerjanya selama dua periode memimpin Kota Pahlawan sudah tampak. Salah satunya, bertebaran taman-taman indah di pelbagai sudut kota hingga keasrian kota ini bisa langsung dinikmati masyarakat.
Tentu, pembangunan alun-alun akan makin memperlihatkan sukses Risma menjadikan Surabaya sebagai kota yang diperhitungkan kemajuannya di antara kota atau kabupaten lain di negara ini.
Kota Surabaya yang pernah mendapatkan Guangzhou award kategori online popular city pada 2018, Lee Kwan Yew World City Prize kategori special mention pada 2018 dan Global Green City PBB menjadi bukti lain kesuksesan Risma.
Masalahnya, benarkah rencana mewujudkan alun-alun itu baik untuk warga Surabaya? Sudah butuhkah warga Surabaya pada alun-alun itu? Atau, adakah alun-alun itu memberi manfaat lebih bagi warga Kota Surabaya? Mengingat, di kota ini sudah berdiri puluhan mal, puluhan sentra PKL, dan puluhan pasar yang menyediakan berbagai produk (termasuk produk UMKM). Atau, apakah ide ini sekadar menyiarkan sejarah Kota Surabaya?
Banyak jawaban yang seharusnya muncul. Banyak penjelasan yang semestinya bisa diterangkan pemerintah kota ini sebelum alun-alun ini digagas dan diwujudkan.
Lantas, mengapa jawaban itu tidak tersampaikan ke masyarakat? Sebab, kekurangtransparanan proyek ini bisa menimbulkan banyak persepsi. Salah satunya, gagasan Risma membangun alun-alun ini tidak lebih dari faktor politis.
Atau, tidak lebih dari ambisi Risma untuk menggapai posisi lebih tinggi. Menjadi Menteri, misalnya. Bisa juga orang berpikir proyek ini dari impian Risma ingin memiliki monumen pribadi agar kiprah dan pekerjaannya sebagai wali Kota Surabaya bernilai sejarah.
Ada nilai bedanya. Dibanding dengan wali kota pendahulunya, Bambang DH, yang juga memiliki ‘monumen pribadi’ RS BDH (Rumah Sakit Bhakti Darma Husada) yang kini berdiri tegak di Surabaya Barat.(*)