PROBOLINGGO, MEMORANDUM.CO.ID - Kasus dugaan self harm, alias perilaku menyakiti diri sendiri terjadi di Probolinggo. Hal ini dialami IS (14), bocah dengan keterbelakangan mental, warga Dusun Petungsari, Desa Ngepung, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Akibat membenturkan kepalanya sendiri di bangku sekolah, wajahnya pun babak belur.
Anak kedua dari pasangan suami istri Agus Riyono dan Nur Holifah ini memang tidak sama dengan bocah lainnya. IS akan menyakiti dirinya sendiri jika dipaksa melakukan hal yang tidak diinginkan. Menurut ibunya, Nur, diperkirakan menunjukkan tanda berkebutuhan khusus sejak kelas 3 SD atau berusia 9 tahun.
Sekolah IS berjarak sekitar 100 meter dari rumahnya. Seharusnya, tahun ini ia duduk di kelas 1 SMP. Namun karena keterbelakangannya, IS sempat tidak naik kelas dua kali.
BACA JUGA:8 Cara Menghilangkan Pikiran untuk Self Harm
Keluarga kecil itu tinggal di rumah yang sederhana, ditempeli stiker Program Keluarga Harapan. Ayah IS bekerja sebagai pencari tamu untuk travel wisata Gunung Bromo. Sementara ibunya hanya ibu rumah tangga. Nur merawat kedua anaknya dan mertuanya di rumah itu.
Saat ditemui di rumah sederhananya pada Selasa 15 Oktober 2024 sekitar pukul 09.30, Nur Holifah bercerita saat mengandung hingga melahirkan anak pertamanya itu tidak terjadi apapun. "Tidak ada benturan, tidak ada penyakit. Normal-normal saja," katanya.
Nur bercerita, pada Rabu 9 Oktober 2024 lalu, IS menyakiti dirinya dengan membenturkan dahinya pada bangku kelas. Ia dikatakan tidak ingin melaksakan piket kelas yang dipaksa oleh teman-temannya. IS marah dan menyakiti dirinya.
BACA JUGA:Tangkal Self Harm, Anak-anak Harus Didampingi ketika Ada Masalah
Ibunya diberitahui pihak sekolah dan membawa pulang anaknya itu. Penuturan Nur, awalnya hanya ada benjolan di dahinya. Namun, sehari kemudian benjolan itu bengkak dan membiru. Dapat dua hari, lebam merambah ke bagian bawah mata. Tak hanya itu, mata IS tidak lagi berwarna putih.
Saat kejadian, pihak sekolah dan ibunya hanya memberikan pertolongan pertama seperti obat nyeri dan obat oles. Namun, karena benjolan membesar dan membiru, IS kemudian dibawa ke mantri atau dokter yang ada di desa itu.
Nur khawatir dengan kondisi anaknya itu. Ia kemudian membawa IS ke dokter di luar desanya. "Nah pas tak bawa ke dokter ini banyak yang tanya dan viral. Katanya ada yang bully, disiksa saya. Itu hoax," ucap Nur.
BACA JUGA:Fenomena Self Harm, Pemerhati Anak Minta Orang Tua Bangun Komunikasi Setara
IS memang sempat dikabarkan dianiaya sesama temannya. Namun, kabar itu ditepis oleh pihak sekolah kepada Nur. Nur mempercayai, mengingat kondisi anaknya yang tidak sama dengan anak pada umumnya.
Saat ini, IS dirawat inap di RSUD dr. Mohammad Saleh Kota Probolinggo. Ia diberi rujukan oleh Puskesmas Sukapura. "Kemarin saya bawa ke puskesmas. Dapat rujukan pagi tadi. Katanya pembuluh darahnya ada yang pecah," tuturnya.
IS sejatinya masuk sekolah program inklusi. Tapi sayang dia dipaksakan masuk sekolah umumnya anak-anak normal. Alasan mendasar, di Desa Ngepung, tidak tersedia sekolah anak-anak berkebutuhan khusus.