SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID – Luapan kecewa dan emosi tampak pada mimik wajah Kasubbag Umum dan Kepagwaian BPPD Kabupaten Sidoarjo Siska Wati saat membacakan pembelaan (pledoi) di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu 11 September 2024.
Sesekali terdakwa yang dituntut 5 tahun penjara karena dugaan pemotongan insentif ASN di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo itu menangis sambil membacakan lima lembar kertas berisi pledoi.
Bahkan, Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani sempat menghentikan sidang (skors) karena isi pledoi yang dibacakan terdakwa tak terdengar oleh tumpukan isakan tangis.
“Sidang saya skors dulu. Mungkin ada yang bawa tisu,” ujar Hakim Ni Putu Sri Indayani yang melakukan skors sekitar 10 menit saat terdakwa membacakan pledoinya.
Dalam pledoinya, terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya Erlan Jaya Putra mengungkapkan bahwa dirinya kecewa. Ternyata tugas dari pimpinan dan kabid yang selama ini dijalankan dianggap melanggar hukum padahal dirinya tak menikmati apapun.
“Saya hanya jadi korban. Padahal saya hanya pejabat dengan struktural terendah. Saya sangat kecewa,” ujarnya.
Siska Wati menambahkan, dirinya berkeyakinan bahwa siapa pun yang menggantikannya akan mengalami hal yang sama.
“Pejabat tidak tahu dan tidak mau tahu seolah lepas tangan dari tanggung jawab,” tegasnya.
Padahal ketika dirinya diangkat menggantikan Rahma Fitri pada 20 Oktober 2021, ada perasaan berat hati. Namun, karena loyalitas akhirnya dijalani.
BACA JUGA:Sidang Pemotongan Insentif ASN di BPPD Sidoarjo, Kasubbag Umum dan Kepegawaian Dituntut 5 Tahun
“Karena loyalitas, permintaan uang dari pimpinan harus dipenuhi. Sampai uang pribadi dan suami terpakai untuk permintaan uang dari pimpinan,” ujarnya.
Termasuk saat dirinya diminta untuk menghancurkan atau memusnahkan semua catatan atas perintah pimpinan.
“Saya menuruti perintah pimpinan saat disuruh menghancurkan atau memusnahkan catatan,” ujarnya.