Catatan WALHI Jatim pada sepanjang 2022 lalu, terdapat 7 wilayah krisis di Jawa Timur, yakni wilayah Tapal Kuda, Malang Raya, Surabaya Raya, Mataraman, Pantura, Pesisir Selatan, dan Madura Kepulauan. Sejumlah daerah di wilayah tersebut seringkali mengalami bencana ekologis.
LBH Surabaya dan Walhi Jatim pun dalam catatan kolaborasinya sempat mengungkapkan bahwa terdapat 121 kasus yang memuat persoalan lingkungan. Secara terperinci terhadap 24 kasus tambang yang meliputi tambang emas, galian C, dan tambang karst.
Terdapat 13 kasus tata ruang yang disebabkan tumpang tindihnya aturat. Sebanyak 36 kasus hutan dan kebun yang mencakup konlfik pengelolaan hutan serta perampasan lahan oleh pihak perkebunan dan perusahaan. Termasuk juga 48 kasus lingkungan meliputi pencemaran sungai, udara, dan problem sampah.
Sebagai contoh, catatan Pengurus Cabang (PC) PMII Jember pernah mengungkap pada 2023 lalu, bahwa terdapat 32 perusahaan tambang di Kabupaten Jember yang memiliki luas kurang lebih 1.008,9 hektare.
Hampir semua lokasi perusahaan tambang tersebut berada di kawasan pertanian. Bahkan tercatat sebanyak 135,40 perusahaan tambang menempati hutan produksi, dan sekitar 7,35 hektare bertempat di hutan lindung.
BACA JUGA:3 Perempuan Tangguh Bertarung di Pilgub Jatim 2024
Tidak cukup di situ, Kota Batu yang masuk wilayah Jawa Timur ini juga menjadi wilayah dengan konflik ekologis, yang tidak lain memuat aturan tata ruang tanpa memperhatikan sektor keberlanjutan lingkungan, khususnya sumber mata air.
Perda RTRW Kota Batu hingga kini banyak dinilai berpotensi menghilangkan tiga jenis kawasan lindung, mengurangi jumlah kawasan sumpadan mata air, besaran sempadan sungai, hingga berpotensi menghilangkan kawasan cagar budaya.
Konflik lahan di Kabupaten Pasuruan juga satu diantaranya, klaim TNI AL atas 11 desa yang terletak di 3 kecamatan (Grati, Nguling, dan Lekok) ini menjadikan masyarakat lokal terpinggirkan.
Begitu pun di Kabupaten Banyuwangi, sudah lebih satu dekade para petani Bongkaran yang masuk dalam gerakan Petani Wongsorejo Banyuwangi (OPWB) memperjuangkan pengakuan atas tanah. Mereka mempertahankan lahan seluas 231 hektare yang merupakan lahan pemukiman dan pertanian.
Terdapat 900 jiwa (287) KK yang mendiami wilayah tersebut. Namun, lagi-lagi masyarakat sekitar tersingkirkan karena kepentingan PT Wongsorejo kala itu.
BACA JUGA:Fantastis! Intip Harta Kekayaan Khofifah Indar Parawansa, Cagub Jatim 2024
Selain itu masih banyak wilayah di Jawa Timur yang masih terjadi darurat ekologi dengan disertai konflik tata ruang. Konflik Gunung Tumpang Pitu Banyuwangi, kawasan rawan bencana di Trenggalek, industrialisasi sektor perkebunan di Pakel Banyuwangi, industri migas di pesisir Madura, dan konflik daerah lainnya dengan kompleksitas persoalan tata ruang dan ekologi yang menyertainya.
BACA JUGA:Segini Harta Kekayaan Tri Rismaharini, Cagub Jatim 2024
Problematika Kebijakan dan Regulasi Peruntukan Ruang Jawa Timur
Adanya upaya masifikasi ekonomi melalui ekspansi pertambangan, industri modern, dan pembangunan-pembangunan infrastruktur lainnya, membuat ruang hidup masyarakat di Jawa Timur semakin terancam.