SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya memperpanjang waktu pendaftaran bakal pasangan calon (paslon) wali kota dan wakil wali kota pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 maksimal selama tiga hari.
Umar Sholahuddin, pengamat politik dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) turut berkomentar bahwa jika sampai batas akhir masa pendaftaran bakal paslon kepala daerah dan wakil kepala daerah, ternyata hanya satu pasangan calon yang mendaftar, maka akan diperpanjang.
BACA JUGA:4 Parpol Tak Segera Tentukan Calon Pilwali Surabaya, Pengamat: Ongkos Politik Jadi Lebih Besar
"Bahwa sesuai aturan yang ada UU Pilkada 10/2016, memang KPU diberi kewenangan tuntuk memperpanjang 3 hari jika hingga hari terakhir cuma ada satu pasangan calon yang daftar," kata Umar kepada memorandum.co.id, Jumat 30 Agustus 2024.
Umar menyebutkan bahwa kemungkinan besar Pilwali Surabaya akan diikuti paslon tunggal vs kotak kosong.
"Tak ada partai baik parlemen dan non parlemen yang akan mendaftar. Sangat kecil kemungkinan sebagian parpol atau gabungan narik dukungan dari Eri-Armuji dan mengajukan paslon baru. Selain tak ada kader yang kompetitif, waktunya pun udah mepet atau minute, " paparnya.
Kendati demikian, jika paslon ErJi melawan kotak tentu berdampak pada partisipasi pemilih yang diprediksi akan menurun. Para pemilih akan enggan ke TPS karena tak ada kompetensi atau lawan kotak kosong.
BACA JUGA:PDIP Beri Rekom Eri-Armuji, Pengamat: Langkah Berani
"Menurut saya tentu akan ngaruh. Apalagi pemilihan perkotaan seperti Surabaya, pemilih terpelajar (well educated) dan rasional, buat ada milih jika tak ada kompetisi atau hanya paslon tinggal. Bisa saja mereka lebih suka liburan atau yang lain. Sebuah pemilihan tapi tak ada pilihan beragam yang tersedia. Target KPU RI tingkat partisipasi sebesar minimal 75-77 persen akan sulit diwujudkan," paparnya.
BACA JUGA:Pengamat Politik: Eri-Armuji Pilihan Realistis PDI-P, Bakal Hadapi Paslon dari KIM
Umar menelaah kotak kosong adalah kemunduran demokrasi. "Menurut saya itu bukan demokrasi. Ironi demokrasi. Bagaimana disebut demokrasi jika tak ada kompetisi?," tandasnya.
Lebih lanjut pihaknya memaparkan dalam demokrasi, partisipasi pemilih yang rendah memang tidak berpengaruh pada keabsahan secara hukum paslon yang terpilih.
"Namun demikian, secara moril, partisipasi yang rendah akan mengakibatkan legitimasi sosial dan politik yang rendah pula. Dia dipilih oleh sebagian saja yang menggunakan hak pilih dari sekian banyak daftar pemilih di dapat, " jelasnya.