"Kelompok kerja (pokja) yang menangani proses pengajuan gubes ini bermain di bawah kendali Ivan. Jadi ketika Huda sudah mengantongi nama-nama dosen yang ingin mengajukan gubes lewat jalurnya, dia akan menghubungi Ivan meminta agar dipermudah. Lalu entah bagaimana caranya, di level nasional Huda yang mem-plotting dosen-dosen tersebut untuk di-review oleh komplotannya. Bisa jadi ada orang kementerian yang ikut bermain juga," beber NML.
Menurut telaah NML, banyak lektor kepala yang resah terhadap eksistensi Huda dan Ivan. Sebab dosen yang memenuhi persyaratan secara aturan, akan dipersulit apabila tidak melewati pintu maladministrasi ala Huda-Ivan.
Berkas dosen tersebut tidak akan di-acc. Alasannya, belum memenuhi persyaratan khusus seperti, pemenuhan jurnal internasional. Ada yang dikembalikan ke kampus, lalu ada pula yang didiamkan di dalam sistem. Sampai kemudian Huda datang menawarkan kemudahan bagi calon profesor abal-abal.
"Agar bisa mulus dalam meraih jabatan gubes, kita diminta uang Rp 200 sampai 300 juta. Itu belum termasuk karya ilmiah atau jurnal internasional bereputasi. Untuk satu jurnal dibanderol Rp60 sampai 75 juta di luar Rp 200 juta itu," jelas NML.
BACA JUGA:Praktik Pungli Jual-Beli Gelar Gubes, Pakar Hukum : Termasuk Tindak Pidana Korupsi
Atas fenomena ini, NML mengaku sangat menyayangkan. Terlebih, Jatim menyumbang gubes abal-abal tertinggi dengan ribuan jurnal predator. Dia lantas mendesak Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk turun tangan melakukan sapu jagad.
"Jatim rekor kampus penyumbang gubes abal-abal, sungguh miris. Kita berharap Mas Menteri mengusut tuntas, sanksi tegas komplotan asesor yang bermain dan sistem yang korup di LLDIKTI. Stop kebocoran anggaran tunjangan sertifikasi gubes abal-abal. Tolong Pak Jokowi, hentikan potensi besar korupsi oleh gubes abal-abal yang meruntuhkan integritas pilar pendidikan tinggi," harap NML.
Sementara itu, Prof Khoirul Huda ketika dikonfirmasi Memorandum terkait tudingan ini menjelaskan bahwa selama menjadi asesor, dirinya berpedoman pada aturan dari Kemendikburistek.
"Semua yang saya nilai sesuai aturan kementerian dan itu menjadi kewenangan kementerian. Semua asesor tidak tahu siapa yang akan dinilai, kami melaksanakan tugas sesuai dengan SOP," jelasnya.
BACA JUGA:LLDIKTI VII Jatim Diduga Terlibat Jual-Beli Gelar Gubes, Pemerhati: Perlu Evaluasi dan Reformasi
Sedangkan Rektor UHT Surabaya Laksamana Muda TNI (Purn) Prof Dr Ir Supartono MM CIQaR mengaku tidak tahu menahu mengenai masalah ini. Hal tersebut dikatakannya menjadi tanggung jawab personal.
"Saya nggak tahu (dugaan penyimpangan akademik yang dilakukan Huda). Langsung ditanyakan ke personalnya saja. Yang jelas, proses pengajuan gubes yang dilakukan oleh UHT sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP) dan aturan Kemendikbudristek," tegas Prof Supartono.
Terpisah, Kabag Umum LLDIKTI VII Jatim Dr dr Ivan Rovian membantah adanya dugaan tersebut. Ivan mengaku tak memiliki kewenangan dalam proses pengajuan gubes di instansinya. Ivan menuturkan bahwa kewenangan tersebut tidak sesuai dengan tupoksi kerjanya.
"Mohon maaf, tidak ada sama sekali hubungannya dengan tusi (tupoksi, red) saya nggih. Dan saya juga bukan tim penilai nggih. Dan sepengetahuan saya, Prof Huda sudah masuk ke tim penilai gubes jauh sebelum saya masuk ke LLDIKTI 7," jelas Ivan.
Meski demikian, Ivan mengenal baik sosok Prof Huda. Keduanya bertemu beberapa kali ketika acara sosialisasi. Namun dalam situasi ini, Ivan menyebut keberadaannya hanya sebatas ceremony. Membuka dan menutup acara sosialisasi yang dihadiri perwakilan kampus dan calon profesor.
"Saya mengenal beliau (Huda) sesudah di LLDIKTI, ketika acara sosialisasi. Kalau ada rapat-rapat ya saya tidak pernah ikut, hanya sebatas ceremony, karena pejabatnya kan hanya dua, saya dan kepala, kalau kepala halangan, saya yang menggantikan," kata Ivan.