SURABAYA, MEMORANDUM - Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Jawa Timur menyatakan bahwa pertemuan antara keluarga korban kasus penghilangan paksa dengan dua politisi Partai Gerindra, Habiburokhman dan Sufmi Dasco Ahmad bukan bagian dari advokasi kasus penghilangan paksa.
Ketua IKOHI Jatim, Dandik Katjasungkana dalam surat elektroniknya kepada memorandum, Selasa 6 Agustus 2024 membeberkan, pertemuan yang diatur dan dirancang sedemikian rupa antara keluarga korban dengan dua politisi ini dilakukan oleh Mugiyanto, staf Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP).
"Mugiyanto sendiri merupakan salah satu penyintas dalam kasus penghilangan paksa yang dilakukan oleh Tim Mawar pada tahun 1998. Ia merupakan mantan Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) pada periode 2000-2014. Artinya, sangat beralasan jika Mugiyanto memiliki hubungan kedekatan emosional dengan keluarga korban kasus penculikan atau penghilangan paksa. Sehingga dengan mudah berupaya mendorong keluarga korban untuk melakukan pertemuan dengan Habiburokhman dan Sufmi Dasco Ahmad yang merupakan agen dari partai besutan Presiden terpilih 2024, Prabowo Subianto," bebernya.
Pada konteks ini, lanjut Dandik, manuver yang dilakukan oleh Mugiyanto merupakan bagian dari pengkhianatan dalam koridor gerakan advokasi dalam mengungkap kasus penghilangan paksa.
BACA JUGA:Forum Aktivis 98 Jatim Waspadai Polemik Pasca Putusan MK
"Dalam upaya gerakan advokasi, beberapa waktu yang lalu IKOHI- Jawa Timur bekerjasama dengan Komunitas Herman-Bimo memproduksi film Yang Tak Pernah Hilang. Sebuah film dokumenter yang mengurai banyak persitiwa tentang kasus hilangnya Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah. Dua orang mahasiswa dari Universitas Airlangga Surabaya (UNAIR) yang menjadi korban dalam kasus penculikan aktivis atau penghilangan paksa yang hingga saat ini belum kembali," jlentrehnya.
Film yang diputar secara keliling di lima kota ini juga melibatkan Mugiyanto sebagai narasumber yang menjelaskan jejak penghilangan Herman Hendrawan. Selepas pemutaran film secara keliling usai digelar, terjadilah peristiwa pertemuan keluarga korban dengan politisi Partai Gerindra tersebut. Pertemuan ini diselenggarakan tanpa sepengetahuan Badan Pekerja IKOHI sebagai pengurus organisasi keluarga korban penghilangan paksa di Indonesia.
"Kami IKOHI Jawa Timur memandang bahwa upaya yang dilakukan oleh Mugiyanto ini sebagai upaya islah yang bukan bagian dari desain gerakan advokasi yang selama ini menjadi platform IKOHI sebagai organisasi keluarga korban penghilangan paksa. Secara organisasi kami menyebutnya telah keluar dari jalur atau batas prinsipil dalam organisasi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Langkah yang dilakukan Mugiyanto bersama keluarga korban, kami anggap sebagai manuver yang terpisah dari organisasi dan tidak akan menghentikan gerakan advokasi menuntut keadilan bagi korban kasus penghilangan paksa di Indonesia," sambung Dandik.
Bagi IKOHI Jawa Timur, islah atau perdamaian ini tidak bisa dibenarakan tanpa mengungkap terlebih dahulu kebenaran dan pengakuan negara tentang kasus ini. Hal ini justru mengerdilkan hasil rekomendasi DPR-RI tahun 2009, terkait kasus penghilangan paksa, di antaranya:
Merekomendasikan Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad-hoc;
Merekomendasikan Presiden serta segenap insitusi pemerintah serta pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 aktivis yang masih hilang;
Merekomendasikan Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang;
Merekomendasikan Pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktek Penghilangan Paksa di Indonesia.
BACA JUGA:Aktivis 98 Menggugat 25 Tahun Reformasi
Bagi IKOHI Jawa Timur, keempat rekomendasi dari DPR- RI inilah yang menjadi titik pijak bagi penuntasan kasus penghilangan paksa yang harus dilakukan oleh negara. Islah tentu saja bukanlah bagian dari upaya legal penuntasan kasus penghilangan paksa berdasarkan rekomendasi negara di atas.