BOJONEGORO, MEMORANDUM - Petani Desa Brabowan, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, kini terbiasa menerapkan pertanian ekologis ramah lingkungan. Mereka merasakan metode ini sangat menguntungkan karena bisa menekan biaya produksi dan memperbaiki produktivitas tanah.
BACA JUGA:PKS Jatim Serahkan SK DPP untuk Ony Anwar Cabup Ngawi dan Maidi Wali Kota Madiun
Langit pagi itu nampak cerah. Lasmidi sudah berada di kebun sejak pukul 05.30 WIB. Hingga tak terasa pancaran sinar matahari sudah menutupi hampir semua permukaan kebunnya. Tapi dia masih betah mengamati pohon cabai yang hijau dan nampak segar itu. Sesekali dia mencatat apa saja hewan yang ada di sekitar tanamannya.
BACA JUGA:16 Tahun Tak Tersentuh Perbaikan, Warga Pasuruan Tanami Pisang di Jalan Desa
Pria asal Dusun Tanggungan, Desa Brabowan, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, itu telaten mengamati pola ekosistem di kebunnya. Karena itu, dia bisa mengendalikan hama. Catatan yang dihimpunnya menjadi panduan untuk tindakan-tindakan apa saja yang diperlukan. Jika ada hama, dia lawan dengan menambah predator alami atau dengan agen hayati lainnya.
“Sejauh ini saya telah berhemat banyak dari biaya obat hama. Begitu pula dengan pupuk,” ucapnya sembari menunjukkan tumpukan pupuk yang sewaktu-waktu bisa dibagi ke rekan-rekan sesama petani di Brabowan.
BACA JUGA:Polsek Temayang Amankan Sosialisasi Pilkada 2024
Untuk pemupukan, Lasmidi menggunakan pupuk kompos dan pupuk cair buatannya sendiri. Kata dia, biayanya murah dan bahannya pun mudah didapat di sekitar rumah. Alhasil, total biaya produksi jauh lebih kecil dibanding hasil penjualan cabainya. Keuntungan semakin besar.
Dulu, Lasmidi mengaku sangat tergantung dengan pupuk kimia dan obat-obatan. Setelah mengenal metode pertanian ekologis ramah lingkungan, kini dia bisa mengelola masalah yang sering dialami petani itu. Dia tak khawatir lagi dengan kelangkaan pupuk kimia.
BACA JUGA:Pengesahan PSHT Selesai, Polsek Balen Sampaikan Terima Kasik ke BKP Balen
Menurutnya, metode pertanian ramah lingkungan sejatinya sudah dilakukan oleh para leluhurnya. Namun karena masifnya industri pupuk, banyak petani yang terlena, dan akhirnya tergantung pada pupuk serta obat buatan pabrik.
“Menerapkan pola pertanian ekologis ramah lingkungan ini jadi semakin mudah saat kami berkelompok. Saling mendukung dan saling bantu satu sama lain,” ucap Lasmidi.
Lasmidi pelan-pelan berpindah ke pertanian ekologis ramah lingkungan setelah mengikuti Sekolah Lapangan Pertanian (SLP) yang diprakarsai ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), bekerjasama dengan Yayasan Daun Bendera (FIELD Indonesia). Di SLP inilah dia berkelompok dan saling dukung dengan sesama peserta.
BACA JUGA:Jembatan dan Tanggul Baru Pulihkan Desa Lumbang
Sejak 2020, lebih dari 600 petani dari 6 desa di Kecamatan Gayam dan 2 desa di Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro telah mengikuti program dan menerapkan metode pertanian ekologis ramah lingkungan. Mereka sering berkumpul untuk saling bantu, berbagi pengetahuan, dan membuat pupuk bersama.