umrah expo

Gara-Gara CCTV: Pertemuan Tanpa Sandiwara (2)

Gara-Gara CCTV: Pertemuan Tanpa Sandiwara (2)

-Ilustrasi-

SEJAK rekaman CCTV itu terbuka, rumah Bintang dan Bulan tidak lagi sama. Tidak ada lagi percakapan pagi yang ringan. Tidak ada lagi tawa spontan. Hanya suara jam dinding yang setiap detiknya seolah mengingatkan: Ada sesuatu yang pecah, dan kepingnya berserakan di mana-mana.

Bulan tidak langsung konfrontasi besar. Ia menunggu waktu yang tepat. Menunggu emosinya stabil. Menunggu anak-anak tertidur, karena ia tidak ingin suara mereka tercampur dalam percakapan yang seharusnya hanya terjadi antara dua orang dewasa.


Mini Kidi--

Malam itu, setelah makan malam, Bintang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Bulan berdiri di hadapannya, mematikan televisi.

“Kita perlu bicara,” ucap Bulan, pelan tapi tegas.

Bintang mendongak. “Tentang apa?”

“Kamu tahu tentang apa.”

Hening panjang. Dan hening itu adalah pengakuan paling jujur.

Bulan duduk di depannya, meletakkan ponsel yang berisi rekaman CCTV. “Aku lihat semuanya, Mas. Dari awal kamu buka pintu… sampai kamu mempersilakan dia masuk rumah ini.”

Wajah Bintang pucat. “Aku… Bul, aku bisa jelasin.”

“Silakan,” jawab Bulan, menahan suara yang ingin pecah.

Bintang menarik napas panjang. “Aku… aku capek, Bul. Aku merasa kamu selalu sibuk dengan anak-anak, rumah, kerja sambilan. Aku merasa nggak diperhatikan lagi. Dan dia… dia cuma tempat aku cerita. Gak lebih.”

Bulan tertawa kecil, tawa yang menyakitkan. “Tempat cerita itu masuk ke rumah kita? Duduk di sofa kita? Tertawa dengan suara yang bahkan nggak pernah aku dengar darimu akhir-akhir ini?”

Bintang menunduk. “Aku salah. Tapi aku butuh ruang. Aku butuh merasa dihargai.”

Sumber: