Rafi, Korban Runtuhnya Musala Ponpes Al Khoziny Dimakamkan di Kampung Halaman Ayahnya di Tanggul
Mulyono do'akan anak di atas pemakaman.--
JEMBER, MEMORANDUM.CO.ID - Suasana duka mendalam masih menyelimuti kediaman keluarga Rafi Catur Okta Mulya Pamungkas (17) di Desa Tanggul Kulon, Kecamatan Tanggul, JEMBER, pada Kamis 2 Oktober 2025 sore. Rafi adalah salah satu korban meninggal dunia dalam insiden runtuhnya musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo.
Rafi, yang baru dua bulan menetap di pondok pesantren tersebut, aslinya berasal dari Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya. Namun, pihak keluarga memutuskan untuk memakamkan almarhum di kampung halaman ayahnya di Desa Tanggul Kulon, Jember. Sejumlah kerabat dan tetangga terus berdatangan ke rumah duka untuk menyampaikan belasungkawa.
BACA JUGA:4 Jasad Ditemukan, Korban Tewas Runtuhnya Musala Ponpes Al Khoziny Bertambah Jadi 9 Orang

Mini Kidi--
Mulyono, ayah korban, mengaku terkejut dan tak menyangka mendengar kabar duka tersebut. Ia mengetahui insiden yang menimpa anak bungsunya itu setelah waktu Asar.
"Saya dikabari setelah Asar. Saya sudah pasrah kepada tim yang bertugas agar dapat menemukan anak saya. Saya tidak mampu untuk melihat kondisinya," ungkap Mulyono dengan suara lirih.
BACA JUGA:Polwan Sidoarjo Peduli Kebersihan Posko Ponpes Al Khoziny
Mulyono menceritakan bahwa meski sempat dilarikan ke rumah sakit, nyawa putranya tidak dapat tertolong. Ia mengungkapkan bahwa Rafi tertimpa reruntuhan bangunan musala saat berusaha menyelamatkan dua temannya.
"Anak saya dan satu temannya itu meninggal, dan satu temannya selamat," imbuhnya, menyoroti tindakan heroik sang putra.
Meskipun telah puluhan tahun menetap di Surabaya, ia adalah warga asli Jember.
BACA JUGA:Tiba di RS Bhayangkara Surabaya, Tim DVI Lakukan Identifikasi Dua Jenazah Korban Ponpes Al Khoziny
"Memang kami rencanakan akan kembali ke Jember suatu saat, maka dari itu saya memilih untuk memakamkan almarhum di sini," jelasnya.
Rafi Catur Okta Mulya Pamungkas dikenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua. Ia adalah satu-satunya anak laki-laki dari empat bersaudara. Semasa hidupnya sebelum menjadi santri, ia kerap membantu orang tua menjaga toko kelontong. Kini, pihak keluarga telah mengikhlaskan kepergiannya dan menerima kejadian ini sebagai musibah.(edy)
Sumber:



