Candi Dermo, Peninggalan Majapahit yang Nyaris Terlupakan
Potret Candi Dermo situs peninggalan Kerajaan Majapahit di kawasan Sidoarjo pada siang hari--Cahya Fitra Sava Ardhiani
MEMORANDUM.CO.ID – Candi Dermo berlokasi disekitar perkampungan kawasan Desa Candinegoro, Kec. Wonoayu, Kab. Sidoarjo ternyata menyimpan makna dan sarat sejarah dari peninggalan Hindu – Budha klasik kerajaan Majapahit.
Candi Dermo dibangun pada tahun 1353 Masehi yang masih dipimpin oleh Adipadi Raden Husein, arsitektur bata merah khas dan sisa relief seolah menjadi bukti bisu bahwa kawasan Sidoarjo dulunya merupakan bagian dari pusat aktivitas kebudayaan Majapahit.
Selain itu, Candi Dermo merupakan gerbang masuk menuju kawasan suci kerajaan Majapahit atau dikenal dengan istilah gapura Paduraksa, karena bangunan peninggalannya masih belum ditemukan maka dilakukannya pemugaran besar tahap I pada tahun 2015 dan dilanjutkan kembali tahap II pada 2016 oleh BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Jawa Timur.
BACA JUGA:Rekomendasi Perpustakaan Gratis di Surabaya, Ruang Belajar Nyaman Bagi Warga Kota
BACA JUGA:Candi Ijo Yogyakarta, Permata Tersembunyi dari Abad IX
Bangunan yang memiliki 9 meter, lebar 7,7 meter dan tinggi 13,5 meter ini memiliki berbagai temuan seperti pada bagian kanan kiri candi yang terdapat struktur manusia bersayap dan pada bagian badan candi terdapat relief-relief yang membentuk sulur daun.
Dari adanya relief manusia bersayap pada bangunan candi, dimungkinkan ada kaitannya dengan upacara adat sebagai pelepasan jiwa bagi tokoh kerajaan Majapahit kala itu, disisi lain adanya blok batu peninggalannya menyebar hingga ke rumah warga.
Candi Dermo masuk kedalam candi yang dilindungi karena segala perawatannya dipantau langsung oleh Pemerintah melalui Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, sehingga mampu menjadi potensi wisata sejarah di daerah Sidoarjo hingga kini.
BACA JUGA:Inilah 2 Candi di Lumajang yang Mendapat Alokasi Anggaran Perawatan
“Lokasi Candi Dermo yang menyempil dipemukiman warga membuat situs ini jarang diketahui, saran saya di depan arah ke candi diberikan palang besar dengan harapan situs semakin diketahui banyak orang sehingga tidak sampai terlupakan karena ini sangat penting untuk pembelajaran sejarah nantinya”, ujar Alifia Putri siswi SMAN 1 Krian yang berada di lokasi.
Pada zaman modern seperti sekarang, tradisi budaya dan ritual keagamaan sudah jarang dilakukan, karena mayoritas masyarakat yang beragama Islam sehingga kebiasaan adat Hindu-Budha sudah tidak lagi dilestarikan seperti dulu, tetapi apabila pengunjung ingin melakukan ritual biasanya meletakkan dupa didalam bangunan sebagai persembahan dan penghubung ritual antara manusia dengan Dewa.
Artikel ini ditulis oleh Cahya Fitra Sava Ardhiani, Mahasiswa Magang di Memorandum
Sumber:



