Larung Sembonyo Pantai Popoh Jadi Magnet Wisata Budaya, Bupati Gatut Sunu: Ini Warisan yang Harus Kita Jaga
Bupati Gatut Sunu memberikan sambutan. --
TULUNGAGUNG, MEMORANDUM.CO.ID-Suasana Pelabuhan Teluk Popoh, Desa Besole, Kecamatan Besuki, tampak berbeda pada Minggu Sore, 6 Juli 2025. Pasalnya ratusan warga dari berbagai penjuru Tulungagung tumpah ruah mengikuti tradisi tahunan Larung Sembonyo, momen sakral masyarakat nelayan Pantai Popoh dalam menyambut datangnya bulan Suro.
Acara dimulai dengan kenduri adat yang dipimpin para sesepuh desa. Doa-doa keselamatan dilantunkan sebagai bentuk rasa syukur atas hasil laut serta harapan agar masyarakat dijauhkan dari bencana, terutama di wilayah pesisir selatan yang dikenal rawan.
Usai doa, warga langsung tumpah ruah mengikuti momen rebutan tumpeng, yang berisi hasil bumi seperti buah dan sayur. Konon, siapa yang berhasil mendapat bagian dari tumpeng diyakini bakal kebagian rezeki dan berkah.
Puncak acaranya adalah pelarungan sesaji ke laut. Dengan dipimpin empat sesepuh adat, sebuah rakit berisi sesaji dilarung ke tengah laut menggunakan perahu nelayan.
Rangkaian ini merupakan simbol penghormatan pada alam, sekaligus harapan agar hasil tangkapan nelayan melimpah.
Yang istimewa, Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo turut hadir langsung dan memberikan apresiasi tinggi terhadap pelestarian budaya ini.
“Saya sangat mengapresiasi kegiatan Larung Sembonyo yang digelar oleh masyarakat Pantai Popoh. Kegiatan seperti ini sangat penting dalam upaya pelestarian budaya lokal yang harus terus dijaga dan diwariskan,” ujar Bupati Gatut Sunu.
Ia menegaskan bahwa tahun 2025 adalah momentum awal komitmen baru Pemerintah Kabupaten Tulungagung untuk lebih kuat bersinergi dengan masyarakat dalam pelestarian budaya.
“Alhamdulillah, tahun ini saya bersama Pak Baharuddin (Wabup Tulungagung -red) menjabat sebagai pimpinan daerah. Kami mendukung penuh kegiatan seperti ini. Semoga ke depan Larung Sembonyo bisa digelar lebih baik dan lebih sempurna lagi,” lanjutnya.
Menurut Gatut Sunu, pelestarian budaya tidak bisa diserahkan ke pemerintah saja. Semua pihak, termasuk generasi muda, harus ikut menjaga warisan leluhur.
“Kami berharap melalui kegiatan ini, masyarakat sadar bahwa budaya itu harus diuri-uri. Kalau bukan kita, siapa lagi,” pesannya.
Tak hanya soal budaya, Bupati juga melihat dampak ekonomi dari Larung Sembonyo bagi masyarakat pesisir. Acara ini bukan cuma ritual, tapi juga sarana pemberdayaan ekonomi.
“Tradisi ini merupakan bentuk permohonan agar masyarakat nelayan dijauhkan dari hal-hal buruk dan diberi hasil tangkapan yang melimpah. Kalau hasil tangkapan bagus, ekonomi lokal ikut tumbuh,” ucapnya.
Sebagai bentuk dukungan nyata, Pemkab Tulungagung melalui Dinas Pariwisata mengalokasikan dana sekitar Rp 40–50 juta dari APBD untuk mendukung kegiatan Larung Sembonyo tahun ini.
“Kami bantu teman-teman panitia. Tapi tentu bantuan ini harus digunakan secara transparan dan dipertanggungjawabkan. SPJ itu penting, agar ke depan tidak muncul persoalan hukum,” tegas Gatut Sunu.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Nelayan Pantai Popoh, Muhamad Sadat, menuturkan bahwa Larung Sembonyo sudah berlangsung secara turun-temurun selama ratusan tahun. Menurutnya, pelestarian budaya menjadi sangat penting di tengah gempuran budaya asing yang semakin masif.
“Motivasi utama kami adalah mempertahankan budaya lokal. Kalau kita lihat negara seperti Korea Selatan atau Jepang, mereka bisa mendunia karena konsisten menjaga budaya. Kita pun bisa, asal konsisten,” ujarnya.(fir/fai/day)
Sumber:

