PIHK, Korban Kebijakan
--
Dengan pasal ini, pembagian 50:50 jelas menyalahi aturan.
Namun, ada pasal lain yang sering dijadikan dasar tafsir berbeda:
Pasal 9 ayat (2):
"Ketentuan mengenai pengisian kuota haji tambahan diatur dengan Peraturan Menteri."
Pasal 9 ayat (2) inilah yang membuka tafsir berbeda: bahwa Menteri berwenang mengatur tambahan kuota 20 ribu melalui Peraturan Menteri. Jika benar harus dengan Peraturan Menteri, maka SK Menag tidak cukup kuat. Tetapi jika SK dianggap sah sebagai instrumen kebijakan, maka dasar hukum PIHK tetap ada.
Selama tafsir ini belum diuji di pengadilan, seharusnya PIHK tidak bisa langsung divonis bersalah.
Fakta Penyidikan
Dalam penyidikan, KPK menemukan adanya praktik jual-beli kuota antar-biro travel, bahkan ada agen yang mendapat jatah padahal belum berizin sebagai PIHK. Ada pula indikasi pengalihan kuota reguler menjadi kuota khusus. Fakta ini tentu tidak bisa dikesampingkan, karena mengindikasikan adanya pasar gelap yang menyusup di balik distribusi kuota.
Namun, catatan pentingnya: praktek-praktek inilah yang harus dibongkar secara presisi — siapa pengatur utamanya, siapa penerima manfaat besar, dan ke mana aliran uang mengalir. Tidak semua PIHK terlibat dalam jual-beli. Ada banyak PIHK yang murni hanya mengeksekusi jatah yang memang dibagikan lewat SK resmi.
Vonis Prematur
Sayangnya, narasi publik cenderung menyamaratakan. Semua PIHK kini seakan dicap pelaku korupsi. Lebih ironis lagi, ada desakan agar PIHK mengembalikan “keuntungan haji” padahal surat keputusan dasar keberangkatan itu sendiri belum diputus salah oleh pengadilan.
Bagaimana mungkin pihak yang sekadar melaksanakan keputusan resmi bisa diminta menanggung dosa struktural? Bukankah asas hukum adalah praduga tak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap?
Ekosistem Haji
PIHK bukan sekadar biro bisnis. Mereka bagian dari ekosistem haji yang sudah puluhan tahun melayani umat. Ribuan tenaga kerja, pemandu, pembimbing ibadah, hingga jemaah dari kalangan tertentu bergantung pada mereka. Bila narasi salah arah terus dikobarkan, yang runtuh bukan hanya reputasi PIHK, tapi juga ekosistem layanan haji di Indonesia.
Pertanyaannya: apakah KPK benar-benar ingin menegakkan kebenaran, ataukah tanpa sadar justru sedang melakukan pembunuhan ekosistem haji? Jika semua PIHK dipukul rata sebagai pencuri, maka konsekuensinya adalah rusaknya sistem pelayanan yang selama ini menopang keberangkatan puluhan ribu umat setiap tahun.
Sumber:



