NGO Usul Remaja Pelaku Tawuran Surabaya Dibina di Rumah Pemulihan Anak
Petugas Satpol PP Surabaya mengamankan remaja pelaku tawuran. --
Melalui RPA, kata dia, anak-anak akan mendapatkan pendampingan psikologis, pelatihan keterampilan, serta pendidikan berbasis karakter dan vokasi. Isa pun menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mewujudkan lembaga ini.
"RPA bisa didirikan melalui kerja sama lintas sektor, dinas sosial, pendidikan, kepolisian, dan komunitas pemerhati anak. Penempatan anak dalam lembaga ini dapat melalui rekomendasi psikolog, keputusan pengadilan, atau asesmen sosial dari pemerintah daerah," paparnya.
Sebagai Kota Layak Anak (KLA), Isa menilai jika Surabaya memiliki infrastruktur sosial dan komitmen kebijakan yang memungkinkan realisasi pilot project RPA. Berbagai fasilitas seperti sekolah alternatif, rumah singgah, hingga lembaga konseling dapat menjadi pondasi awal.
"Piloting project ini diharapkan tidak hanya menangani anak-anak yang terkategori miskin ekstrem dan tidak mempunyai akses pendidikan yang baik, tapi juga mampu menangani anak-anak dalam kondisi rawan kekerasan dan kerentanan sosial," imbuhnya.
BACA JUGA:Polsek Karangpilang Giat Cangkrukan Kamtibmas, Fokus Pencegahan Curanmor dan Potensi Tawuran
Isa berpandangan bahwa program perlindungan anak yang telah berjalan di Surabaya, selama ini masih kerap ragu mengambil langkah tegas karena khawatir dianggap sebagai kekerasan. Padahal, ketegasan diperlukan dalam situasi tertentu untuk melindungi anak maupun orang di sekitarnya. "Sudah saatnya ketegasan perlu dilakukan bagi anak-anak yang perilakunya sudah membahayakan dirinya, orang lain dan keluarganya," tegasnya.
Dengan hadirnya RPA, Isa berharap, Surabaya tidak hanya fokus pada penyediaan fasilitas fisik ramah anak, tetapi juga mampu menjangkau anak-anak yang selama ini terpinggirkan dari sistem pendidikan dan pengasuhan konvensional.
"Anak-anak yang menjadi pelaku kekerasan seringkali lahir dari sistem pengasuhan yang gagal. Namun ketika keluarga menyerah, negara tidak boleh ikut menyerah. Negara harus hadir, bukan dengan kekerasan yang baru, melainkan dengan pelukan yang tegas, disiplin yang manusiawi, dan ruang aman untuk bertumbuh kembali," tutur Isa.
Ia juga menegaskan bahwa pengasuhan yang gagal bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti tekanan ekonomi, lingkungan yang buruk, hingga lemahnya peran keluarga. Kondisi ini dinilainya dapat memicu anak menjadi agresif, putus sekolah dan kehilangan arah.
"Menahan kekerasan sejak dini adalah bentuk perlindungan. Menjaga anak dari lingkungan yang membentuknya menjadi pelaku adalah bentuk kasih sayang. Dan memulihkan mereka, adalah tugas kita bersama sebagai bangsa," pungkasnya. (rio)
Sumber:

