NGO Usul Remaja Pelaku Tawuran Surabaya Dibina di Rumah Pemulihan Anak

NGO Usul Remaja Pelaku Tawuran Surabaya Dibina di Rumah Pemulihan Anak

Petugas Satpol PP Surabaya mengamankan remaja pelaku tawuran. --

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Non-Governmental Organization (NGO), Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur mengusulkan pendekatan baru terhadap penanganan remaja pelaku kekerasan. Pendekatan itu melalui pembinaan di Rumah Pemulihan Anak (RPA) yang berbasis rehabilitasi dan pendidikan karakter.

Usulan ini disampaikan oleh Pengurus LPA Jawa Timur sekaligus pemerhati kebijakan sosial, M Isa Ansori. Hal ini menyusul kasus tawuran antar kelompok remaja yang terjadi di kawasan Tenggumung Karya Lor, Semampir, Surabaya, Senin 7 April 2025.

"Peristiwa ini harus dipahami sebagai alarm bahwa terjadi krisis moral pada anak-anak kita terutama mereka yang beranjak menjadi remaja," ujar M Isa Ansori, Senin 5 Mei 2025

BACA JUGA:Hendak Tawuran di Ngagel, Tim Jogoboyo Amankan 3 Remaja Kelompok Gangster


Mini Kidi--

Isa menilai, situasi ini tak lagi bisa dianggap sebagai kasus insidental. Menurutnya, kekerasan oleh anak terhadap orang tua, tawuran, hingga penolakan terhadap sekolah merupakan gejala darurat sosial yang memerlukan respons negara secara lebih cepat dan aktif.

"Fenomena ini tidak bisa dibaca bahwa ini hanya tanggung jawab orang tua saja, tetapi juga ada tanggung jawab yang lain yaitu sekolah, masyarakat dan negara," tegasnya.

Dalam konteks perlindungan anak, Isa menegaskan bahwa negara seharusnya tidak menunggu laporan, melainkan proaktif membaca data sosial untuk mendeteksi potensi kekerasan sejak dini.

"Sebagai entitas yang memiliki akses ke big data sosial, termasuk catatan kriminal, pendidikan, hingga pengaduan masyarakat, negara seharusnya bisa melakukan deteksi dini dan pencegahan," katanya.

BACA JUGA:Guyub Rukun, Pesilat Sekecamatan Simokerto Deklarasi Anti Tawuran dan Komitmen Jogo Suroboyo

Merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Isa menyebut bahwa negara memiliki dasar hukum untuk mengambil alih pengasuhan anak dalam kondisi darurat. Namun, ia menekankan bahwa pendekatan ini bukan bentuk penghukuman, melainkan tindakan perlindungan dan pemulihan. 

"Anak tetap harus mendapatkan haknya atas pendidikan, kesehatan, pembinaan karakter dan kasih sayang, meskipun dalam bentuk pengasuhan alternatif yang terstruktur dan aman," ujarnya.

Karena itu, Isa mendorong hadirnya Rumah Pemulihan Anak (RPA) sebagai solusi yang berbasis rehabilitasi sosial dan pendidikan alternatif. Menurut dia, lembaga ini memungkinkan remaja pelaku kekerasan menjalani pemulihan dalam lingkungan yang aman dan ramah anak.

"Model ini memungkinkan anak-anak yang tidak bisa lagi dibina dalam keluarga, menolak sekolah, atau melakukan kekerasan, untuk menjalani proses pemulihan di lingkungan yang aman, terstruktur, namun tetap ramah anak," ucap Isa.

Sumber: