Wacana Penyitaan Kendaraan STNK Mati, Pakar Sosiologi: Perlu Tinjauan Keadilan Sosial

Wacana Penyitaan Kendaraan STNK Mati, Pakar Sosiologi: Perlu Tinjauan Keadilan Sosial

Pakar sosiologi sekaligus Dekan FISIP Unair Prof Bagong Suyanto.--

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Wacana pemberlakuan aturan penyitaan kendaraan bermotor dengan Surat Tanda Nomor kendaraan (STNK) yang telah mati selama dua tahun yang kabarnya akan berlaku pada April 2025 menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. 

Meskipun pihak kepolisian telah memberikan klarifikasi bahwa aturan tilang tidak mengalami perubahan, informasi yang beredar luas di media sosial telah memicu kekhawatiran dan polemik di tengah masyarakat.

BACA JUGA:Material STNK Habis, Ribuan Pemilik Kendaraan di Tulungagung Menunggu


Mini Kidi--

Menanggapi hal ini, seorang pakar sosiologi sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr Bagong Suyanto, Drs MSi memberikan pandangannya yang kritis. Ia menekankan pentingnya melihat isu ini dalam konteks keadilan sosial.

"Kewajiban membayar pajak memang berlaku universal bagi seluruh warga negara. Setiap individu memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hal ini. Namun, jika terdapat warga yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban membayar pajak, tentu saja perlu adanya pertimbangan diskresi," ujar Prof. Bagong Suyanto, Kamis 20 Maret 2025.

Lebih lanjut, Prof Bagong menyoroti bahwa permasalahan utama yang perlu menjadi perhatian bukan hanya terkait masyarakat kecil yang mungkin menunggak pajak. 

BACA JUGA:Palsukan STNK Pajero, Bos Restoran Ditangkap di Jalan: Beli di Marketplace Rp 250 Juta

Ia justru menyoroti bagaimana kelompok ekonomi atas diduga memiliki kemampuan lebih dalam menyiasati kewajiban perpajakan mereka.

"Berbagai skandal yang terjadi dalam birokrasi pemerintah terkait masalah pajak selama ini menjadi bukti bahwa isu ini memerlukan konsistensi dan penegakan hukum yang adil bagi semua lapisan masyarakat," tegasnya.

Pakar sosiologi ini juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa masyarakat kelas bawah berpotensi menjadi kelompok yang paling terdampak dan rentan terhadap kebijakan penyitaan ini. 

BACA JUGA:Palsukan STNK dan Nopol Pajero, Warga Kramat Gantung Diadili

Mereka, menurutnya, tidak hanya menghadapi kesulitan dalam membayar pajak kendaraan, tetapi juga berisiko kehilangan alat transportasi yang vital untuk mencari nafkah jika aturan tersebut diterapkan tanpa adanya mekanisme keringanan atau solusi yang lebih fleksibel.

Dalam situasi ekonomi yang sulit seperti saat ini, diperlukan kebijaksanaan dari para elit politik untuk mempertimbangkan langkah-langkah seperti pemutihan pajak. Jika tidak ada kebijakan yang lebih akomodatif, penerapan aturan penyitaan ini justru berpotensi memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi yang sudah ada. 

Sumber:

Berita Terkait